Mataram (Inside Lombok) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok implementasi aturan penggunaan kekayaan intelektual (KI) sebagai agunan dalam penyaluran kredit. Hal itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekraf).
Dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini itikad dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Dalam hal ini, agunan merupakan 1 dari 5 faktor yang perlu dipertimbangkan karena agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.
“OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank. Hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam keterangan persnya, Senin (10/4).
Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial saja. Yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM).
Implementasi yang dilakukan yakni dalam untuk membantu pelaku ekraf dalam rangka mendapatkan ketersediaan akses pembiayaan. Sehingga dapat berkembang dan berkontribusi lebih besar dalam mendorong penguatan ekonomi nasional.
“Sektor ekraf diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional berkelanjutan yang menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia,” terangnya.
Saat ini, ekraf menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap PDB dan ekspor nasional. Dalam mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit, OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional.
“Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan suatu produk ekraf sebagai objek jaminan kredit perbankan sudah diatur
dalam PP 24 yang terdiri dari dua syarat. Pertama tercatat di Kumham, dan sudah dikelola baik oleh dirinya sendiri atau dialihkan ke pihak lain, dan komersialisasinya oleh diri sendiri. Artinya dengan adanya PP Ekraf ini menjadi harapan. “Mudah-mudahan di hari ini ita dapat membuka peluang pembiayaan atau kredit dari lembaga keuangan, berbasis kekayaan intelektual,” imbuhnya. (dpi)