Lombok Barat (Inside Lombok) – DPRD Lombok Barat (Lobar) ungkap kurang lebih ada 8 poin yang menjadi temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam perjanjian kerjasama antara PT. Tripat dengan PT. Bliss terkait proyek Lombok City Center (LCC) di Gerimax, Narmada. Seluruh poin temuan itu menunjukkan proyek yang kini terbengkalai itu telah merugikan daerah.
“Ada beberapa poin yang menjadi temuan BPKP yang seharusnya itu ditindaklanjuti, terkait tentang perjanjian kerja sama (proyek LCC). Di mana waktu kontraknya tidak memiliki batasan waktu,” terang Abubakar Abdullah, anggota DPRD Lobar dari Fraksi PKS, sekaligus Ketua Komisi II, usai menggelar pertemuan dengan Kabag Ekonomi Pemda Lobar, Senin (10/04/2023).
Kontrak kerja sama proyek LCC itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan ini menjadi salah satu hal yang dianggap melawan hukum. Sehingga PKS menginisiasi pembentukan panitia khusus (pansus) di DPRD Lobar untuk mengungkap berbagai indikasi yang dikhawatirkan merugikan daerah dari kerja sama tersebut.
“Kemudian ada 1 klausul di mana objek yang menjadi aset PT. Tripat yang diserahkan pemerintah daerah ini kan bisa diagunkan. Banyak hal lagi yang kita lihat secara detail, secara tertulis nanti akan disampaikan bagian ekonomi, bagaimana riwayatnya. Termasuk data-data sempat diberikan,” beber dia.
Data-data itu terkait juga dengan besaran dividen yang telah diterima Lobar selama kerja sama ini berjalan kurang lebih 10 tahun. Namun angka yang diterima Pemda hanya Rp54 juta saja.
“Itu dividen sejak tahun 2011 mereka setor hanya Rp50 juta, kemudian 2012 itu sekitar Rp4.370.000. Setelah itu kosong melompong sampai saat ini tidak ada sama sekali,” kecewanya.
Oleh karena itu, dia menilai penting untuk seluruh pihak terkait duduk bersama, membahas secara jelas bagaimana situasi dan kondisi terbaru saat ini. “Kalau memang ada informasi hak tanggungan itu akan berakhir di 2023, makanya PT. Bliss, PT. Tripat, dan pemda harus duduk bersama untuk kemudian mencari alternatif solusi. Kalau tidak bisa di luar prosedur jalur hukum, ya jalur hukum ditempuh,” tegas dia.
Langkah ini dinilai penting, agar Pemda Lobar ke depannya memiliki dasar yang kuat untuk bisa mengambil kembali apa yang memang menjadi haknya. Dalam hal ini, lahan seluas 8 hektare tempat berdirinya LCC saat ini.
“Jadi ini sangat disayangkan. Menyedihkan, betapa kita ini dilemahkan secara hukum. Kita ‘ditelanjangi’ oleh perjanjian kerja sama ini, dan kita tidak berdaya dibuat oleh adanya indikasi para pihak yang melemahkan posisi kita (Pemda Lobar),” sindir Abu.
Dewan disebutnya berinisiatif untuk memanggil para pihak terkait untuk dimintai keterangan. Dan hasilnya itu nantinya diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi Pemda Lobar untuk diproses secara hukum, jika tidak ditemukan titik temu yang bisa menguntungkan daerah.
“Daerah ini kan sudah dirugikan puluhan tahun, kemudian kita mau diam saja?” tanya Abu.
Sementara itu Kabag Ekonomi Pemda Lobar, Agus Rahmat Hidayat menyebut bahwa pihaknya dipanggil oleh dewan, dalam hal ini perwakilan dari PKS yang menginisiasi dibentuknya pansus terkait masalah LCC untuk berdiskusi mencari jalan keluar terbaik atas aset daerah tersebut.
“Supaya tidak terlalu merugikan daerah, yang dampaknya bagi kita tidak terlalu berat dan besar,” tuturnya saat dikonfirmasi usai pertemuan. Pihaknya pun optimis aset seluas 8 hektare tersebut bisa kembali ke Pemda Lombar.
“Kalau itu sudah lunas (tidak lagi menjadi agunan di bank), ya kan akan kembali dia. PT. Bliss sih yang akan melunasi, konon katanya tahun ini lunas,” pungkasnya. (yud)