Mataram (Inside Lombok) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali menetapkan tersangka baru kasus korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur. Kali ini Direktur Utama (Dirut) PT. Anugraha Mitra Graha (AMG) inisial PSW resmi menjadi tersangka ketiga dalam kasus tersebut.
Sebelumnya sudah ada dua tersangka yang ditetapkan, yakni Kepala Dinas ESDM NTB dan Kepala Cabang PT AMG. “Hari ini kita melakukan penahanan terhadap saudara PSW selaku Dirut PT AMG alamat Jakarta, terkait kasus pasir besi,” ujar Kepala Kejati NTB, Nanang Ibrahim Soleh, Kamis (13/4).
PSW ditangkap di Jakarta setelah melewati serangkaian pemeriksaan mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Setelah dilakukan pemeriksaan, ia kemudian ditetapkan tersangka sesuai dengan barang bukti yang menguatkan atas kasus tersebut.
“Jadi dilakukan pemeriksaan di Jakarta, diperiksa, tetapkan tersangka dan kita bawa ke sini (Kejati NTB),” ucapnya. Sebelum PSW ditetapkan sebagai tersangka, Kejati NTB telah melakukan proses penyelidikan sekali. Namun saat tersangka dipanggil kembali untuk pemeriksaan lanjutan, PSW tidak koperatif ketika dilakukan pemanggilan berkali-kali oleh Kejati.
“Iya (sudah dipanggil sampai tiga kali, Red). Kalau kooperatif tidak mungkin teman-teman ke sana (Jakarta, Red). Kalau koperatif dipanggil ke sini, datang,” terangnya.
Kejati NTB mengusut kasus tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur pada tahap penyidikan. Dalam penyidikan ini pihaknya telah mengantongi indikasi perbuatan melawan hukum dalam kegiatan tambang pasir besi oleh salah satu perusahaan yang masuk dua kecamatan di Kabupaten Lombok Timur, yakni Kecamatan Pringgabaya dan Kecamatan Labuhan Haji.
Saat ini sudah ada tiga orang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur. Namun tidak dipungkiri akan ada tersangka baru lagi. Sebelumnya ada beberapa saksi diperiksa, di antaranya Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi; Bupati Lombok Timur, L. Sukiman Azmy; dan mantan Bupati Lombok Timur, Ali Bin Dachlan.
“Kalau tersangka, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain. Nanti tunggu tanggal mainnya,” terangnya.
Pada kasus ini Kejati NTB enggan membeberkan secara rinci kerugian negara yang muncul. Meski ada penaksiran kerugian mencapai Rp30 miliar. Kemudian tidak ada RKAB (Rencana Kegiatan Anggaran Biaya), di mana pada 2018, 2019, 2020 ada proses-proses operasional PT. AMG, baik menambang dan lainnya, sedangkan untuk RKAB sendiri, dasarnya untuk membuatnya pada masa transisi 2018, 2019, 2020.
“Sekarang ada tidak RKAB nya? Jangan bahas kerugian, nanti di pengadilan saja. Kita lagi proses,” jelasnya. (dpi)