Mataram (Inside Lombok) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas, barang bukti, dan tersangka Liliana Hidayat (LIL), tersangka kasus terkait penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019 ke penuntutan.
Liliana merupakan Direktur PT Wisata Bahagia atau pengelola Wyndham Sundancer Lombok.
“Hari ini, dilakukan pelimpahan berkas, barang bukti, dan tersangka LIL ke penuntutan atau tahap dua,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (31/07/2019).
Rencana sidang terhadap Liliana akan dilakukan di Mataram, NTB.
“Sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 45 saksi dengan berbagai unsur,” ucap Febri.
Unsur saksi terdiri dari Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, penyidik PNS Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, penelaah data Keimigrasian/PNS Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Mataram, dan Analis Keimigrasian Pertama pada Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Selanjutnya, PNS Imigrasi Kelas I Mataram, Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia, Hotel Manager PT Wyndham Sun Dancer Resort Lombok, pengacara dan karyawan swasta.
Selain Liliana, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI).
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa PPNS di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.
Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa tetapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Merespons penangkapan tersebut, Liliana perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.
Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. Yusriansyah kemudian menghubungi Liliana untuk mengambil SPDP tersebut.
Permintaan pengambilan SPDP itu diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus.
Liliana kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut Yusriansyah berkoordinasi dengan atasannya Kurniadie.
Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara Yusriansyah dan Liliana untuk kembali membahas negosiasi harga.
Dalam OTT itu, KPK mengungkap modus baru yang digunakan Yusriansyah, Liliana, dan Kurniadie dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara dan kemudian Yusriansyah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan.
Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar. (Ant)