Lombok Barat (Inside Lombok) – Banjir yang akhir-akhir ini kerap terjadi saat hujan di Kecamatan Batulayar disinyalir akibat maraknya alih fungsi lahan. Pasalnya, banjir tidak hanya terjadi di kawasan yang dekat dengan hutan dan sungai, melainkan juga di ruas jalan utama kawasan wisata unggulan Lobar itu.
“Benar sudah itu akibat alih fungsi lahan, karena memang dari hulunya itu sudah berubah. Dari hutan yang kemarin masih bagus, sekarang ini sudah tidak ramah lagi dikelola,” ujar Kalak BPBD Lobar, Syahrudin ketika dimintai keterangan, Selasa (09/05/2023).
Selain itu, konstruksi yang dilalui oleh tingginya debit air saat ini dinilai sudah tidak sesuai sehingga banyak yang perlu dilakukan penyesuaian dan perbaikan. Termasuk gorong-gorong yang ada di jalan raya Senggigi, tepatnya di depan hotel Sheraton Senggigi.
“Air yang mengalir sekarang ini kan makin deras, makin besar, bahkan warnanya sudah coklat, itu sudah bawa muatannya potongan kayu segala macam yang dibawa dari hulu,” terang dia.
Tak bisa dipungkiri, pihaknya juga mengakui di laha-lahan hutan yang ada di Senggigi, seperti di Kerandangan saat ini justru banyak ditanami pisang oleh masyarakat. “Ada alih fungsi oleh pengelola kehutanan yang di Kerandangan itu, diizinkan warga mengelola dengan merambah hutan di atas itu ditanami pisang. Ini juga jadi persoalan,” ketus dia.
Yang dikhawatirkan, jika ada pemicu yang lebih besar, tidak hanya air dan material sampah pepohonan yang akan mengalir menjadi air bah. Namun juga bebatuan besar yang ada di pegunungan dan perbukitan justru menggelinding ke bawah dan bisa mengancam pemukiman warga.
“Makanya nanti kita akan rapat bersama pak Kades, sama pemangku kehutanan itu sama Pak Camat, nanti kita arahkan supaya ada penghijauan lagi di sana. Jangan kasih warga tanam pisang, terutama di lereng-lereng itu karena bahaya sekali,” tandas Syahrudin.
Hal senada juga diungkapkan oleh Camat Batulayar, Afgan Kusuma Negara yang menyebut kondisi perubahan iklim dan akibat alih fungsi lahan menyebabkan Batulayar kerap jadi langganan banjir dan air bah.
“Saya meyakini bahwa ini penyebabnya adalah mulai berkurangnya kayu-kayu kita di hutan. Walaupun mungkin saat ini tidak gundul melainkan berkurang,” jelasnya.
Kondisi saat ini dinilai sudah tidak sebanding antara tingginya volume air yang mengalir dari hulu dengan kebutuhan pepohonan yang seharusnya berfungsi untuk menghambat laju air dari gunung ke daratan yang lebih rendah. Pihaknya pun akan mencoba mengimbau para pengelola hutan kemasyarakatan (HKM) agar lebih banyak lagi menanam pepohonan yang batangnya keras dan akarnya lebih kuat.
“Supaya masyarakat jangan hanya menanam pohon semusim yang kurang kuat akarnya, tetapi juga pohon-pohon keras,” harap dia. (yud)