Mataram (Inside Lombok) – PT Pupuk Indonesia hingga Mei 2023 telah mengalokasikan 115.459 ton pupuk subsidi jenis urea dan NPK untuk kebutuhan pupuk di NTB. Penyaluran pupuk untuk memenuhi kebutuhan di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa itu telah sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah.
Account Executive Pupuk Indonesia cabang Provinsi NTB, Sukarno Hajar Aswad mengatakan untuk NTB saat ini alokasi yang diberikan sampai Mei 2023 sebanyak 88 ribu pupuk urea. Kemudian untuk pupuk NPK alokasi yang diberikan 52.240 ton.
“Kalau untuk sekarang realisasi alokasinya sampai 16 Mei itu sudah di angka 75.783, jadi sekitar 92 persen dari target alokasinya. Untuk NPK ini alokasi realisasinya 39.676 atau sekitar 79 persen,” ujar Sukarno, Rabu (17/5)
Sedangkan untuk alokasi setahunnya pupuk urea sebanyak 177 ribu ton. Jika dibandingkan alokasi setahun itu sampai dengan saat ini realisasinya sekitar 45 persen di Mei ini. Begitu juga dengan alokasi pupuk NPK dalam setahun sebesar 106.836 ton, dibandingkan tahun lalu pada tahun ini jauh lebih besar, bahkan naiknya dua kali lipat. “Sudah on track, paling tidak bulan 6 sudah 50 persen. Serapan masih cukup tinggi, sehingga realisasinya tinggi,” tuturnya.
Dikatakan pupuk bersubsidi hanya disalurkan kepada petani yang berhak sesuai dengan kriteria dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 10 Tahun 2022. Sedangkan bagi petani yang tidak sesuai kriteria tentu tidak bisa memperoleh pupuk bersubsidi.
“Wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektar, dan menggunakan Kartu Tani,” terangnya.
Sementara itu, pupuk bersubsidi difokuskan pada 9 jenis komoditas strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, tebu, dan kakao. Sebelumnya, ada 72 komoditas yang menjadi fokus pupuk bersubsidi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB H Fathul Gani mengatakan, pengalokasian pupuk bersubsidi bagi petani di Indonesia semakin ketat. Pemerintah pusat tidak lagi menggunakan usulan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) untuk pengalokasian pupuk subsidi. Melainkan pola luas lahan sawah ditambah luas lahan non sawah dikalikan dengan dosis yang direkomendasikan Balitbangtan.
“Ini berdasarkan aturan Permentan Nomor 10 Tahun 2022. Alokasinya minimal 48,9 persen atau maksimal 52 persen,” ujarnya. (dpi)