29.5 C
Mataram
Jumat, 22 November 2024
BerandaEsaiLogistik Sapi di Hadapan Kelangkaan Ruang Penyangga dan Ruang Muat Kapal

Logistik Sapi di Hadapan Kelangkaan Ruang Penyangga dan Ruang Muat Kapal

Setiap tahun menjelang Hari Raya Kurban, Provinsi NTB mendapatkan berkah pesanan sapi dari luar NTB, seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatra dan Kalimantan. Di sebuah kesempatan, Pemerintah Provinsi NTB menyampaikan kuota sapi tahun 2023 sebanyak 24 ribu ekor atau naik 8 ribu ekor dari tahun sebelumnya. Meskipun pemerintah telah menyiapkan kapal di Pelabuhan Calabai dan ASDP Lembar, penumpukan truk-truk sapi di Pelabuhan Gili Mas tidak dapat terelakkan.

Tercatat sejak tanggal 17 Mei hingga 2 Juni 2023 ratusan truk pengangkut sapi menunggu kapal di Terminal Gili Mas, Pelabuhan Lembar. Kondisi ini sedikit banyak mengganggu kesehatan sapi akibat terbatasnya cadangan makanan dan ruang gerak sapi di atas truk. Terminal Gili Mas sebagai pelabuhan umum bagi kapal pengangkut barang dan penumpang, tidak memiliki fasilitas khusus bagi perawatan hewan sapi.

Selama kurun waktu di atas, sebanyak 341 truk pengangkut sapi mendatangi Terminal Gili Mas secara berangsur. Setiba di Gili Mas, mereka harus menunggu kapal pengangkut berhari-hari di ruang tunggu kendaraan pelabuhan. Ketiadaan kapal pengangkut khusus hewan, mereka hanya menggantungkan pada kapal RoRo (Roll on Roll off), kapal yang peruntukannya khusus penumpang serta kendaraan pemuat sembilan bahan pokok.

Dua unit kapal RoRo pengangkut truk sapi datang ke pelabuhan secara genap-ganjil per kapal per hari. Kedua kapal hanya mampu mengangkut masing-masing 50 dan 10 truk sapi karena dinding car deck yang minim ventilasi udara. Keterbatasan ruang muat dari kapasitas muat kedua kapal seharusnya telah melalui pertimbangan, yaitu kenyamanan, kesegaran serta kecukupan asupan oksigen sapi-sapi selama beberapa puluh jam menempuh pelayaran menuju pelabuhan debarkasi.

Kebutuhan Ruang Transit

Tersebut di atas, rombongan sapi harus menunggu berhari-hari di pelabuhan tanpa kepastian waktu kapal pengangkut. Belum lagi, sapi-sapi itu perlu menempuh perjalanan darat selama 15 jam dari Bima hingga tiba di Terminal Gili Mas, Pelabuhan Lembar. Akumulasi waktu pada kedua titik lokasi tersebut, tentu selain melelahkan juga menipisnya cadangan makan-minum sebelum sapi-sapi tiba di tujuan akhir.

Penting penyiapan ruang penyangga sementara bagi 8 ribu lebih sapi sebelum masuk ke Gili Mas. Berkaca dari daerah lain di Indonesia yang telah mengelola RPH (Ruang Pemotongan Hewan), menyiapkan fasilitas penggemukan sapi sampai pemotongan secara berperikehewanan. Meskipun tidak harus selengkap fasilitas RPH, terpenting tidak terlalu jauh dari pelabuhan serta tersedia pakan yang cukup untuk beberapa hari ke depan.

Sekedar memberikan gambaran, RTH yang ideal setidaknya memiliki fasilitas loading dan unloading ternak, gangway serta kandang peristirahatan ternak sementara. Lebih lengkap, jika tersedia tempat pemeriksaan dan penimbangan ternak, tempat penyembelihan, katrol karkas dan ruang jeroan hijau, ruang jeroan merah, timbangan karkas, ruang pelayuan, ruang petugas, instalasi pengelolaan limbah cair, limbah padat, ruang kompos dan lain-lain.

Kebutuhan Ruang Muat Kapal

Keterbatasan ruang muat kapal bagi sapi akibat bercampur muatan dengan penumpang serta barang sembilan bahan pokok. Tentu, alasan kenyamanan penumpang akan terganggu oleh polusi kotoran yang sapi hasilkan selama pelayaran. Risiko kematian sapi juga mengancam pemilik kapal karena coverage insurance hanya berlaku bagi armada truk pengangkutnya.

Instansi terkait perlu memikirkan kesiapan kapal yang memadai bagi hewan ternak tersebut. Hal ini, bisa melalui sewa-menyewa kapal berbasis ruang muat sesuai volume kebutuhan. Modifikasi ruang muat tersebut harus menyesuaikan kebutuhan sapi, pengantar sapi, serta mengikuti berbagai masukan dari ahli bidang perhewanan.

Jika kondisi keuangan memadai, bisa juga dengan membeli atau menyewa kapal khusus pengangkut hewan ternak. Langkah ini, tidak bisa melepaskan dari perhitungan biaya operasional serta perawatan kapal selama musim logistik hewan ternak berakhir. Optimalisasi kapal pengangkut hewan ternak selain kegiatan pengangkutan hewan kurban juga penting untuk menutup biaya-biaya tersebut.

Peran pelabuhan sebagai pintu utama keluar-masuk logistik ke atau dari Provinsi NTB dengan pulau-pulau lain di Indonesia termasuk ke luar negeri menggunakan kapal sangat besar. Alih moda transportasi laut-darat-udara perlu mendapat perhatian bersama, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat maritim secara luas. Konklusinya, pergerakan penumpang dan barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya tidak boleh terhambat, dan harus berbiaya murah.

Wahyu Agung Prihartanto, praktisi kepelabuhanan dan pengamat logistik.

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer