Mataram (Inside Lombok) – Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat persentase penduduk miskin di NTB pada Maret 2023 sebesar 13,85 persen, mengalami peningkat 0,17 persen dibanding data Maret 2022. Kenaikan angka masyarakat miskin ini disebut akibat dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada 2022 lalu.
“Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 751,23 ribu orang, bertambah 6,54 ribu orang terhadap (data) September 2022 dan bertambah 19,29 ribu orang terhadap Maret 2022,” ujar Kepala BPS NTB, Wahyudin, Senin (17/7).
Secara umum, pada periode Maret 2014 – Maret 2023, tingkat kemiskinan di NTB mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, perkecualian pada beberapa periode yaitu Maret 2017, Maret 2020, September 2020, September 2022, dan Maret 2023. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada tahun 2020 merupakan akibat dari adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.
“Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2023 dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu harga BBM yang naik pada akhir triwulan III Tahun 2022 berdampak pada naiknya harga kebutuhan pokok hingga saat ini,” ungkapnya.
Jumlah penduduk miskin di NTB berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2022–September 2023 jumlah penduduk miskin perkotaan turun menjadi 383,53 ribu orang. Sedangkan di pedesaan naik menjadi 367,70 ribu orang. Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 13,98 persen menjadi 13,76 persen. Sementara itu, di pedesaan naik dari 13,66 persen menjadi 13,95 persen.
“Jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan turun sebanyak 0,5 ribu orang. Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan naik sebanyak 7,04 ribu orang,” terangnya.
Untuk rata-rata jumlah anggota rumah tangga miskin pada Maret 2023 sebesar 4,10 juta jiwa per rumah tangga miskin. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan kondisi September 2022 yang sebesar 3,86 juta jiwa per rumah tangga miskin. “Jadi ada kenaikan rata-rata dari golongan masyarakat miskin ini. Dari 3,8 jadi 4,1 per rumah tangga,” ucapnya.
Sementara dari garis kemiskinan pada Maret 2023 adalah sebesar Rp498.996 per kapita per bulan. Dibandingkan September 2022, garis kemiskinan naik sebesar 1,85 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2022 terjadi kenaikan sebesar 8,52 persen. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM).
“Peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2023 sebesar 75,04 persen,” terangnya.
Komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di pedesaan, pada umumnya hampir sama. Beras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 24,21 persen di perkotaan dan 27,28 persen di pedesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK, yakni 8,40 persen di perkotaan dan 8,57 persen di pedesaan. Sedangkan, komoditas bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, perawatan kulit/muka/kuku/rambut, dan kesehatan.
“Kemudian, secara rata-rata garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2023 adalah sebesar Rp2.045.884 per bulan naik sebesar 8,18 persen dibanding kondisi September 2022 yang sebesar Rp1.891.222 per bulan,” jelasnya. (dpi)