Mataram (Inside Lombok) – Terbitnya Inpres 7/2022 mengenai penggunaan kendaraan bermotor listrik mendorong peningkatan jumlah kendaraan listrik, baik di lingkup pemerintah pusat, daerah, kementerian dan lembaga termasuk BUMN. Namun, potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak kendaraan listrik itu terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan kendaraan konvensional, yaitu mulai dari Rp12,5 – 17 ribu per tahun.
“Untuk sepeda motor, ada yang Rp12.5 ribu setahun, ada yang Rp17 ribu atau rata rata yang bayar Rp16 ribu. Sangat kecil kalau dibandingkan dengan kendaraan yang pakai BBM (bahan bakar minyak), nilai pajak kendaraannya ratusan ribu,” ujar Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB, Eva Dewiyani, Jumat (4/8).
Melihat kecilnya penerimaan PAD dari kendaraan listrik menjadi tantangan kedepan bagi daerah dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Sementara itu, berdasarkan data penerimaan pajak hingga Maret 2023, ada 182 kendaraan bermotor listrik yang resmi beroperasi. “Dari jumlah tersebut pajak yang kita terima hanya Rp9 juta. Namanya juga itu program pemerintah, jadi kita harus tetap dukung,” tuturnya.
Seperti diketahui, saat ini dunia tengah berkontestasi mencari kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Teknologi kendaraan bermotor terus berkembang dan berinovasi, menciptakan kendaraan dengan bermacam keunggulan, tidak terkecuali di Indonesia.
Sesuai dengan komitmen pemerintah pada Paris Agreement untuk menurunkan global warming, sejak awal industri otomotif nasional membangun pemahaman bahwa kendaraan masa depan yang akan lalu lalang di jalanan Indonesia, adalah kendaraan bermotor yang memiliki dua syarat utama. Pertama, kendaraan bermotor dengan emisi gas buang yang rendah dan ramah lingkungan. Kedua, kendaraan bermotor dengan penggunaan bahan bakar fosil yang semakin berkurang untuk digantikan dengan bahan bakar nabati atau dengan bahan bakar baru dan terbarukan lainnya.
Dikatakan, di tengah tantangan akan masifnya kendaraan listrik, dan semakin tergerusnya potensi PAD dari pajak kendaraan ini, harus ada cara lain untuk mengkonversi potensi penerimaan pajak. Diantaranya, dengan mengoptimalkan menggarap potensi retribusi daerah.
“Kita akan cari potensi-potensi lain dari retribusi daerah. Dari OPD-OPD, atau yang lainnya untuk bisa memenuhi itu (PAD, red),” imbuhnya. Selain itu, komponen penerimaan pendapatan daerah terdiri dari pajak daerah, yakni terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, pajak rokok. (dpi)