Lombok Barat (Inside Lombok) – Homestay berbasis warga di Desa Wisata Sesaot, Kecamatan Narmada, Lombok Barat punya daya tariknya sendiri. Suasana yang sejuk dan lingkungan yang asri tetap dijaga oleh pemilik rumah di wilayah tersebut, sehingga memberi kesan khusus bagi wisatawan, terutama turis mancanegara.
“Kalau di homestay konsepnya itu kita mengenalkan tradisi budaya kita yang ada di sini. Misalnya dia menginap, bisa berbaur langsung sama yang punya rumah di sini,” tutur Windi Lestari, anggota Bumdes Sesaot belum lama ini.
Saat sarapan ataupun makan malam, para tamu juga akan disajikan langsung oleh pemilik rumah. Kendati, para tamu diakuinya selalu antusias saat bisa berbaur langsung dan ikut terlibat dalam aktivitas harian warga, termasuk memasak. “Apa yang dikonsumsi tuan rumah, itu lah yang menjadi santapan mereka (wisatawan),” imbuhnya.
Saat ini, ada sekitar 18 kamar homestay yang tersedia di Sesaot. Di mana masing-masing rumah yang telah bersedia menjadi homestay menyiapkan dua kamar. Diakuinya, terdapat juga homestay dengan standar VIP yang bisa menggunakan AC, kemudian memiliki pemanas air.
Mereka pun telah bekerja sama dengan beberapa hotel untuk melakukan pendampingan. Bagaimana supaya rumah warga yang menjadi homestay tersebut dapat memenuhi standar. Seperti misalnya, sprei di kamarnya harus berwarna putih, kemudian harus ada meja di kamar, kemudian kamar mandi dibedakan dengan tuan rumah.
“Alhamdulillah statemen dari wisatawan yang sudah menginap itu positif semua,” akunya. Tarif paling murah per kamar homestay tersebut mulai dari Rp50 ribu per malam tanpa paket sarapan. Kemudian, tarif homestay VIP mulai dari Rp250 ribu dengan paket lengkap. “Wisatawan mancanegara yang pernah menginap di sini ada dari Korea, dari Prancis, dari inggris, trus Jepang,” ungkap dia.
Selain itu, ketika wisatawan ingin mengeksplor destinasi wisata dan budaya yang ada di sekitaran Sesaot, pokdarwis dan bumdes setempat sudah menyiapkan paket yang bisa dipilih. “Bukan hanya di Desa Sesaot, tapi kita bekerjasama bersama tiga desa ‘Sekawan Sejati’ (Sesaot, Pakuan dan Buwun Sejati) jadi kita eksplore semua wisata di tiga desa itu,” terang Windi.
Di sisi lain, karena homestay yang tersedia di salah satu desa wisata unggulan Lobar itu berbasis syariah, maka wisatawan lokal yang menginap harus mengikuti aturan. Sehingga tak bisa sembarangan, orang yang ingin menginap jika bukan dengan pasangan halalnya. “Misalnya kalau dia pasangan, dia harus menunjukkan buku nikah atau paling tidak KTP,” terangnya.
Dijelaskan Windi, kondisi itu justru berbeda dengan kunjungan turis mancanegara yang justru lebih suka memesan satu kamar untuk satu orang. “Kalau mancanegara mereka biasanya bookingnya per kamar satu orang, tidak mau dia campur dia satu kamar itu,” pungkasnya. (yud)