Mataram (Inside Lombok) – Sebanyak 42 organisasi yang tergabung Koalisi Stop Joki Anak meminta agar kepolisian tidak mengeluarkan izin maupun rekomendasi, terkait rencana penyelenggaraan pacuan kuda Walikota BIMA CUP 2023. Pasalnya dari penyelenggaraan tersebut sangat membahayakan, terutama bagi anak-anak yang menjadi jokinya.
“Kami menyampaikan surat pernyataan sikap, salah satunya mengapresiasi dan dukungan kepada Bapak Kapolda NTB Irjen. Pol Djoko Poerwanto melalui Bapak Kapolres Bima Kota AKBP Rohadi tidak mengeluarkan izin maupun rekomendasi terkait rencana penyelenggaraan pacuan kuda,” ujar Koordinator Koalisi Stop Joki Anak, Yan Mangandar Putra, Selasa (3/10).
Dengan harapan hal ini konsisten baik untuk pacuan kuda di Kota Bima maupun Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa dan lainnya yang ada di NTB. Bahkan PORDASI NTB, Pemerintah NTB, Koalisi Stop Joki Anak, POLRI, TNI, Tokoh Agama/Masyarakat, Budayawan dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk dari Pemerintah Pusat seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia duduk bersama memusyawarahkan hal serius ini.
“Sampai ada aturan disepakati bersama, sehingga penyelenggaraan pacuan kuda tradisional tidak lagi ada eksploitasi. Penempatan dalam keadaan berbahaya mengancam fisik hingga nyawa terhadap anak dan kebiasaan buruk lainnya. Dari 2019 sampai 2023 telah ada 3 nyawa joki anak yang tewas tanpa ada satupun pihak yang mau bertanggung jawab,” terangnya.
Perwakilan Koalisi Joki Anak lainnya, Baiq Sumiati mengatakan, sebaiknya penyelenggara pacuan kuda tradisional juga mempertimbangkan dari sisi Perempuan yaitu Ibu. Dimana ibu sebagai pihak yang sangat dirugikan, telah hamil 9 bulan dan merawat anaknya. Dengan harapan anaknya bisa menjadi orang sukses dan memiliki masa depan yang gemilang.
“Tapi dijadikan joki kuda pacuan yang mengancam nyawanya dan tumbuh kembang serta pendidikannya terbengkalai. Apalagi kalau terjadi kecelakaan pasti yang merawat adalah ibunya dan Ibunya lah pihak yang paling merasa kehilangan jika sampai anaknya meninggal,” ungkapnya.
Senada, perwakilan organisasi sipil, Muhammad Saleh menegaskan patutnya Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu yang telah lama membanggakan penghargaan Kabupaten/kota Layak Anak (KLA). Begitu juga NTB ditetapkan sebagai Provinsi Layak Anak atau PROVILA di 2023, seharusnya tidak ada lagi penyelenggaraan pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak sebagai Jokinya.
“Karena ini bertentangan dengan indikator daerah Layak Anak terutama pada klaster perlindungan khusus yaitu anak bebas dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk, apalagi ini sampai ada anak meninggal karena jadi joki kuda pacuan,” ujarnya. (dpi)