Mataram (Inside Lombok) – Polresta Mataram masih terus mendalami kasus meninggalnya anak perempuan 9 tahun setelah dianiaya ayahnya sendiri inisial S (42). Pasalnya, dalam kasus yang terjadi di Karang Kemong, Cakranegara Barat, Kota Mataram itu muncul kabar adanya dugaan tindak asusila yang juga dilakukan pelaku.
Diketahui, S menganiaya anak kandungnya hingga meninggal pada 21 Oktober lalu. Terkait munculnya dugaan ada tindak asusila, pihak kepolisian masih menunggu hasil autopsi lengkap korban.
“Kita masih menunggu hasil autopsi,” ujar Kapolres Mataram, Kombes Pol Mustofa, Selasa (31/10). Dijelaskan, saat ini hasil autopsi yang sudah diterima pihaknya baru soal penyebab kematian korban yang diketahui karena tercekik. Hal itu cocok dengan pengakuan pelaku yang menyebut telah mencekik korban dengan sajadah.
Dari hasil autopsi sementara itu, ditemukan luka memar akibat benda tumpul di leher korban hingga korban kehabisan oksigen. “Dari bukti permulaan kita sudah bisa menaikkan atau menjadikan bapak kandungnya sebagai tersangka utama penganiayaan yang melibatkan (mengakibatkan, Red) putrinya meninggal dunia. Untuk yang lain (dugaan tindak asusila), kita masih menunggu dari hasil autopsi. Apakah karena organ dalamnya rusak atau lehernya dan sebagainya kita masih menunggu hasil autopsi,” jelasnya.
Saat kejadian, ayah korban disebut Mustofa sempat melarikan diri dan bersembunyi di salah satu rumah keluarganya di Kecamatan Selaparang. Namun tidak berselang lama, pelaku berhasil diamankan pihak kepolisian.
Sebelumnya, korban sempat dibawa ke salah satu klinik di Kota Mataram untuk diperiksa karena mengalami luka-luka dan disebut jatuh di kamar mandi. Namun dari pihak keluarga korban melihat ada kejanggalan pada kondisi korban itu, hingga akhirnya melapor kepada pihak kepolisian. Korban diduga mengalami penganiayaan hingga akhirnya meregang nyawa.
Jenazah korban mengalami beberapa luka. Antara lain lebam di leher, patah gigi sebelah kiri dan mata kanan lebam. Atas tindakannya, pelaku dikenakan pasal 80 Jo 76 C, D dan E dengan ancaman 15 tahun penjara. (dpi)