Mataram (Inside Lombok) – CEO acara Kopdarwil Partai Solidaritas Indonesia (PSI) NTB, Dedy Kariyawan meminta maaf kepada para wartawan atas perlakuan kurang sopan yang dilakukannya saat acara Kopdarwil PSI NTB, Kamis (28/12) kemarin. Sebelumnya, Dedy diketahui meminta wartawan segera meninggalkan ruangan dengan ancaman akan menggunakan kekerasan jika tidak segera dituruti.
“Saya memohon maaf secara pribadi atas tindakan yang sedikit arogan kepada teman-teman media,” katanya dalam video singkat yang dikirim sebagai bentuk permohonan maaf, Jumat (29/12) sore.
Ia mengatakan, tindakan arogan yang dilakukan diakuinya merupakan bentuk keteledorannya pribadi. Sikap itu diakuinya semata-mata untuk memastikan bahwa di dalam ruangan hanya ada kader PSI, para caleg dan juga simpatisan.
“Itu yang diperbolehkan di dalam ruangan sesuai SOP acara yang saya diberikan. Saya minta maaf kepada teman-teman media, bro dan sis caleg, ketua partai, ketua DPD, dan kader-kader PSI se-NTB,” ucapnya.
Sama halnya, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI NTB, Agus Kamarwan menyampaikan permohonan maaf atas sikap arogansi kadernya. Sikap arogansi yang dilontarkan itu dinilai karena kadernya masih dalam tahap belajar untuk memimpin acara resmi.
“Saya mohon maaf atas sikap adik-adik itu. Namanya juga mereka baru belajar, jadi narasinya belum bisa diatur,” katanya. Permintaan maaf ini disampaikan karena saat kedatangan Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep ke NTB, salah satu kadernya yakni Dedy Kariyawan melontarkan kalimat yang tidak menyenangkan kepada awak media yang meliput kegiatan tersebut.
Sebelumnya, sejumlah wartawan yang hendak meliput acara Kopdarwil DPW PSI NTB yang dihadiri ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari panitia acara. Acara tersebut memang berlangsung tertutup, tapi wartawan masih diizinkan mengambil momen saat Kaesang masuk ke ruangan.
Seolah tidak mengindahkan hak peliputan itu, Dedy Kariyawan mengumumkan dengan pengeras suara agar para wartawan segera meninggalkan ruangan dan mengancam akan menggunakan kekerasan jika diperlukan.
Menanggapi pola komunikasi yang dilakukan Dedy, Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi menilai hal seperti itu tidak seharusnya terjadi. Apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Ia menegaskan bahwa media memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat.
“Seharusnya cara-cara kolot seperti itu tidak perlu terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Media kan punya hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat,” tegas Riadi. (r)