Lombok Barat (Inside Lombok) – Desa Bukit Tinggi di Kecamatan Gunungsari telah beberapa kali mengalami longsor. Akibatnya akses utama warga terputus, seperti yang terjadi di Dusun Batu Kemalik. Bencana alam itu pun diduga terpengaruh pergerakan tanah akibat adanya pembangunan mega proyek Bendungan Meninting di desa tersebut.
“Dan hasil penglihatan kita secara kasat mata, ini kita tanpa kajian, memang di sana tanah apungnya dan pasir hitam itu lebih tebal. Tidak seperti tanah sekelilingnya ada (bebatuan) cadasan-cadasan, dan di bawah memang ada galian proyek (Bendungan Meninting),” jelas Kades Bukit Tinggi, Ahmad Muttakin saat menjelaskan kondisi tanah di Dusun Batu Kemalik, Rabu (10/01/2024).
Menurut pihaknya, aktivitas proyek pembangunan Bendungan Meninting sedikit tidak menyebabkan berkurangnya ketahanan tanah dan derasnya air bawah tanah yang mengalir juga disinyalir menyebabkan longsor susulan saat terjadi hujan deras akhir pekan kemarin. “Jadi dampak juga seperti itu, karena ketahanan tanah juga hilang, dan itu yang kami lihat secara nyata,” imbuhnya.
Pihaknya pun berkoordinasi dengan pihak yang mengerjakan proyek bendungan tersebut dan saat ini tengah dilakukan kajian. “Kalau memang ini betul karena proses galian, atau memang daya serap tanah di bawah itu sudah jenuh sehingga tanah masyarakat itu longsor,” bebernya.
Pihaknya juga menyebut bahwa masyarakat Bukit Tinggi yang terdampak longsor itu telah diberikan semacam tali asih oleh pihak proyek. “Dan juga lagi minta izin ke masyarakat, ada tiga KK (kepala keluarga) yang lahannya akan digunakan untuk pengalihan jalan sementara,” lanjutnya.
Hal itu diupayakan agar masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan bisa tetap beraktivitas. Sehingga sembari menunggu perbaikan jalan yang longsor, mereka diarahkan untuk melalui halaman rumah warga setempat untuk ke hutan. “Kita juga minta untuk lahan dari 20 KK itu, mulai dari yang longsor ke utara, sampai batas hutan itu untuk pembebasan,” ujar Ahmad.
Pihaknya akan mengupayakan agar pembebasan lahan yang saat ini rawan longsor dapat terealisasi. Agar tidak terjadi persoalan di kemudian hari, akibat pembangunan proyek bendungan tersebut.
“Kami sudah koordinasi dengan PPK tanah, agar lahan (yang rawan longsor) itu menjadi lahan proyek sudah, tidak lagi jadi lahan masyarakat. Jadi warga aman, yang 20 KK di bawah itu kita relokasi ke atas (ke tempat yang lebih aman,” paparnya.
Ahmad pun menyebut bahwa selama ini pihaknya dan warga tak pernah mendapatkan sosialisasi terkait dampak dari proyek tersebut yang bahkan bisa saja berpotensi longsor seperti saat ini. “Kalau terkait dampak longsor, dari awal memang tidak ada dari pihak proyek sosialisasi terkait dampak-dampak proyek,” ungkapnya.
Sementara itu, Wayan Subrata sebagai perwakilan bagian umum dari kontraktor yang mengerjakan proyek Bendungan Meninting tersebut mengatakan bahwa pihaknya tak bisa banyak memberi informasi. Karena penejelasan teknis lebih jauh mengenai peristiwa itu disebutnya akan disampaikan oleh pihak BWS NTB. Karena tindakan penanganan jangka menengah dan panjang diakuinya menjadi ranah BWS.
“Tapi kalau penanganan dari masyarakat, preventif yang paling dekat kami akan buatkan jalan pengalihan (alternatif). Artinya, akses warga yang di bawah, yang sekitar 20 KK itu tidak terhambat,” terang Wayan, saat ditemui di lokasi longsor.
Selain itu, sebagai solusi sementara, pihaknya juga berupaya membuka akses jalan alternatif agar masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan juga bisa tetap bekerja.
Dia mengakui bahwa titik longsor tersebut ada di lahan masyarakat. Sehingga pihaknya melakukan penanganan awal dengan membuat talud sementara menggunakan bambu. Namun karena tingginya intensitas hujan pada akhir pekan kemarin menyebabkan longsor susulan.
Sehingga untuk dapat mengetahui penyebab longsor yang banyak diduga terjadi karena adanya pergerakan tanah. Akibat aktivitas dari proyek pembangunan bendungan Meninting tersebut. Wayan menyebut, pihak terkait akan segera melakukan kajian.
“Rencananya ini mau dicek ulang lagi dari sisi geologinya. Dan kajiannya juga lagi di BWS,” jelasnya. Di mana panjang jalan yang longsor tersebut dijelaskan mencapai sekitar 23 meter dengan jarak 6 meter dari lahan yang telah dibebaskan untuk pembangunan proyek tersebut. “Tanah juga akan segera dilakukan proses pengujian (untuk mengetahui kondisi dan strukturnya),” pangkasnya. (yud)