Lombok Barat (Inside Lombok) – Para pemilik warung tuak dan kos-kosan ilegal yang sebelumnya telah ditertibkan Satpol PP Lobar dan Pemerintah Desa (Pemdes) Jagaraga meminta agar penertiban yang dilakukan jangan tebang pilih. Pasalnya, masih banyak warung tuak ilegal yang juga ada di wilayah lain yang dinilai masih dibiarkan beroperasi.
“Kami minta agar di sini ditutup, di sana juga ditutup,” tegas Ketut, salah seorang pemilik warung saat tim gabungan menertibkan warungnya akhir pekan lalu. Pihaknya berharap jika memang melanggar perda, maka warung tuak yang ada di lokasi lain juga jangan sampai diberikan izin.
Bahkan Ketut mengaku pihaknya bersedia usahanya ditutup asalkan di tempat lain juga dilakukan penertiban yang sama. Sebab jangan sampai ada perlakuan yang membuat mereka merasa dianak tirikan oleh pihak penegak perda.
Sementara itu, Kasatpol PP Lobar, Baiq Yeni S Ekawati menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tebang pilih dalam penertiban warung tuak ilegal yang menyalahi perda tata ruang di Lobar. “Kami tidak akan lakukan tebang pilih,” jelasnya.
Yeni menjelaskan penertiban yang telah berjalan di Desa Jagaraga tersebut atas inisiatif pemdes setempat. Terlebih, sudah banyak laporan dan aduan yang diterimanya dari masyarakat yang merasa resah akibat beroperasinya warung tuak dan kos-kosan ilegal di wilayah tersebut.
“Ini memang atas inisiatif dari Kepala Desa, karena keresahan masyarakat. Akhirnya mengumpulkan semua pemilik warung dan kos-kosan untuk mensosialisasikan perda (larangan beroperasinya warung tuak ilegal),” tuturnya.
Pihaknya pun berharap agar setelah penertiban ini, masyarakat bersama pihak desa bisa bersama-sama melakukan pengawasan. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan protes-protes nantinya.
“Tetap (Satpol PP) juga akan mengawasi, tapi kan tidak mungkin (efektif) kalau hanya dari kami. Saya berharap juga masyarakat proaktif, ayo menjaga lingkungan sendiri,” tegasnya. Solusinya, Yeni menyebut jika yang bersangkutan memang ingin membuka usaha kafe dan karaoke, maka diarahkan untuk ke kawasan Senggigi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh pihaknya, rata-rata pihak yang membuka usaha ilegal di kawasan itu justru orang dari luar Lobar. Bahkan sudah ada beberapa warung yang menyediakan minuman beralkohol yang diberikan sanksi tipiring di 2023 lalu.
“Tahun 2023 sudah tiga kita tipiring, lumayan itu yang masuk Rp4 jutaan, supaya ada lah efek supaya dia tidak lagi (beroperasi) tapi nyatanya tidak. Berarti lebih dari itu yang dia dapat,” tandas Yeni. (yud)