29.5 C
Mataram
Senin, 30 September 2024
BerandaLombok BaratAda Restaurant Ilegal Beroperasi Tanpa Izin di Atas Lahan PT Rezka Nayatama,...

Ada Restaurant Ilegal Beroperasi Tanpa Izin di Atas Lahan PT Rezka Nayatama, Aparatur Desa Sekotong Barat Dinilai Tutup Mata

Lombok Barat (Inside Lombok) – PT Rezka Nayatama secara resmi melaporkan ke pihak berwajib terkait adanya bangunan illegal dan beroperasinya restaurant tanpa izin usaha dan izin mendirikan bangunan. Hadirnya restauran di atas SHGB 05 yang merupakan lahan milik perusahaan tersebut dinilai bisa mencoreng iklim investasi di daerah.

Government Relation PT Rezka Nayatama, Bayu S. Utama, S.IP., M. IP pun menyayangkan kondisi itu. Terlebih aparatur Pemerintah Desa (Pemdes) Sekotong Barat dinilai membiarkan hal tersebut berjalan bertahun-tahun tanpa tindakan tegas.

Terlebih, pihaknya mengaku kesulitan melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat Dusun Pengawisan lantaran sedikitnya ruang yang difasilitasi pemdes setempat. Terutama soal adanya pelanggaran tersebut, terutama dengan adanya penguasaan lahan SHGB 05, 027 hingga 08 yang di miliki oleh PT Rezka Nayatama.

“Beberapa kali kami silaturahmi menghadap Kepala Desa Sekotong Barat, Bapak Saharudin, untuk meminta izin dan meminta arahan untuk kami difasilitasi bertemu dengan masyarakat secara langsung melakukan sosialisasi tatap muka, tetapi beliau tidak memberikan ruang tersebut. Justru kami hanya diminta untuk menghubungi dan bertemu dengan Kepala Dusun Pengawisan, Sohbi, yang notabene merupakan adik dari pemilik resto ilegal tersebut,” ujar Bayu saat memberi keterangan.

- Advertisement -

Berdasarkan catatan pihaknya, restoran illegal yang kini ada di atas SHGB 05 milik PT Rezka Nayatama telah berdiri sejak 2022 lalu. Hal itu pun saat ini sudah dilaporkan kepada pihak berwajib, baik ke Pemda Lobar maupun Polres Lobar hingga Polda NTB.

Bayu pun berharap ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk menertibkan restoran ilegal tersebut, serta menindak tegas pemilik restoran agar taat aturan yang berlaku. Jika hal ini terus terjadi, maka dinilai akan menjadi contoh ketidakpastian dan keamanan bagi para investor untuk melakukan pembangunan di Pulau Lombok, terutama jika investor harus berhadapan dengan oknum “pemain lahan”.

Berdasarkan informasi yang diterima pihaknya, pemilik restoran illegal itu pun telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan di kepolisian, namun masih mangkir dari panggilan tersebut. “Kami berharap Kepala Desa Sekotong Barat dan Kepala Dusun Pengawisan untuk dapat serius menertibkan resto illegal tersebut,” lanjut Bayu.

Menurutnya, jika tidak ada atensi khusus dari pihak terkait, maka kasus ini dapat menjadi preseden buruk bagi pembangunan di Sekotong Barat. Karena ada kesan pihak pemerintah di tingkat desa hingga ke atasnya membiarkan para pemain lahan merampas tanah sewenang-wenang, salah satunya dengan mendirikan bangunan dan menggunakan lahan tanpa izin. “Ini kan sama saja mereka selaku pemangku kepentingan di Sekotong Barat tutup mata atas kezaliman yang dilakukan oleh para ‘pemain lahan’ yang hanya melindungi kepentingan pribadi mereka sendiri,” jelasnya.

Di sisi lain, PT Rezka Nayatama di 2024 ini berencana melakukan pembangunan hotel dan resort yang nantinya akan terhubung langsung dengan dermaga privat yang melayani jalur Dusun Pengawisan dengan Bali. Hal ini menjadi komitmen PT Rezka Nayatama melalui unit bisnis lain untuk terus melakukan pembangunan demi adanya perputaran ekonomi di daerah Sekotong Barat.

Pengembangan bisnis yang akan dilakukan dengan pembangunan hotel hingga dermaga itu pun diyakini dapat mendukung peningkatan ekonomi masyarakat di Sekotong Barat, terutama dengan penyerapan tenaga kerja dan peningkatan sektor usaha turunannya. Termasuk menambah pendapatan daerah melalui pajak yang akan dibayarkan.

“Mari kita sama-sama bandingkan, saat ini di tanah kami di SHGB 05 berdiri tanpa izin bangunan dan secara ilegal beroperasi sebuah resto yang tidak memiliki izin dan tidak membayar pajak ke Pemda Lobar. Resto Ilegal ini tidak membayar pajak kepada daerah dan tidak memberdayakan SDM Dusun Pengawisan serta dusun sekitarnya secara maksimal. Bandingkan jika hotel dan resort yang akan kami bangun, melalui unit bisnis ini, kami akan membayar pajak yang jumlahnya tidak sedikit dan membutuhkan tenaga kerja lokal yang berjumlah ratusan orang untuk ikut serta dalam pengelolaan hotel dan resort ini,” tandas Bayu. (r)

- Advertisement -


Berita Populer