Mataram (Inside Lombok) – Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) NTB berharap dengan pergantian pemerintahan di 2024 ini, pemerintah yang baru dapat berpihak kepada pengusaha. Baik dari segi kebijakan hingga kemudahan-kemudahan mengakses permodalan bagi usaha mereka.
Ketua Japnas NTB, I Made Agus Ariana mengatakan keberadaan pengusaha juga menunjang keberlangsungan pemerintah dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih jumlah pengusaha di Indonesia terbilang masih kurang, yaitu hanya 2-3 persen saja. Padahal, pertumbuhan pengusaha baru terus didorong agar peluang lapangan pekerjaan semakin luas.
“Itu harapan kita, sehingga kebijakan-kebijakan nya menyentuh kepada pengusaha-pengusaha kecil menengah. Kalau yang besar kan udah pasti mereka bisa mandiri,” ujar Ariana, Kamis (22/2).
Sembari menunggu pemerintah baru resmi dilantik, Japnas NTB menyoroti beberapa kebijakan yang bisa menjadi perhatian. Antara lain kebijakan tentang perbankan terkait restrukturisasi. Mengingat, selama pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu seluruh pengusaha terkena dampak usaha mereka, sehingga pemerintah memberikan kebijakan restrukturisasi kredit bagi pengusaha.
“Hampir 80-90 persen kena restrukturisasi. Restrukturisasi ini kan satu kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, tapi di satu sisi kalau sudah namanya restrukturisasi kita dianggap tidak mampu menjalankan usaha kita dari sisi pengembalian pembiayaan,” terangnya.
Kondisi tersebut berdampak dan cukup membebani para pengusaha, sehingga tidak bergerak. Akhirnya rapotnya dianggap merah sebagai pengusaha oleh perbankan, hingga kesulitan untuk bisa mengakses kembali kredit usaha. “Itu kita berharap ada kebijakan khusus restrukturisasi itu bisa dibijaksanai. Kalau memang benar-benar perusahaannya itu terdampak, ya bisa dapat kebijakan bisa kembali mendapatkan kredit,” jelasnya.
Kemudian, terkait dengan kebijakan yang baru-baru ini ditetapkan oleh pemerintah dan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan baru soal tarif pajak hiburan. Sebagaimana diketahui, kebijakan pengenaan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 10 persen menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Kenaikan tarif tersebut tergolong tinggi, sehingga dinilai memberatkan. “Tarif pajak bisa direview lagi oleh pemerintah yang baru. Nanti kalau hilirisasi sudah berjalan, negaranya kaya. Ya, tidak apa-apa pajaknya dinaikkan,” demikian. (dpi)