Mataram (Inside Lombok) – Sebanyak sembilan warga negara asing (WNA) yang sedang berlibur di Kabupaten Lombok Utara (KLU) dilaporkan terserang demam berdarah dengue (DBD). Dinas Kesehatan (Dikes) NTB pun bergerak cepat menangani kasus tersebut, di mana saat ini para WNA yang terkena DBD sudah dinyatakan sembuh.
Adanya wisatawan asing (wisman) yang terkena DBD saat berlibur di KLU itu sebelumnya diketahui dari unggahan pengguna Facebook “Anonymous Participant” yang menyebutkan banyak dari rekan travelernya di Gili Air, Lombok Utara, dirawat di rumah sakit karena menderita DBD. Berdasarkan informasi tersebut Dikes melakukan verifikasi pada 21 Maret 2024 di Lombok Utara.
Hasilnya, ditemukan riwayat sembilan WNA pernah dirawat di Klinik Medika Gili Air karena DBD. Kasus tersebut terjadi pada periode Februari hingga Maret. Terakhir, penderita kasus DBD di klinik tersebut diketahui dirawat pada 11 Maret 2024.
Kepala Dikes NTB, Lalu Hamzi Fikri menjelaskan tren kasus suspek DBD sampai dengan minggu ke-10 2024 memang meningkat cukup signifikan di KLU. Hal ini sesuai dengan kalender risiko penyakit di Indonesia yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI.
Kalender tersebut menunjukkan pada Desember dan Januari memiliki kriteria risiko DBD sangat tinggi, Februari dan Maret memiliki risiko tinggi, April memiliki risiko sedang dan Mei hingga September memiliki risiko rendah terhadap kejadian kasus DBD.
Sebelumnya, Dikes NTB telah mengeluarkan Surat Kesiapsiagaan Peningkatan Kasus DBD pada awal Februari. Surat tersebut ditujukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-NTB dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Imbauan tertulis juga diberikan kepada seluruh puskesmas dan desa.
Dinkes NTB mendistribusikan logistik untuk kegiatan pencegahan, pengendalian (insektisida, larvasida, dan alat pengendalian) serta alat diagnosa DBD (RDT NS1 Combo), melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bersama seluruh puskesmas secara serentak dan berkala di masing-masing wilayah puskesmas. Ada pula upaya koordinasi dengan desa serta aparat terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit DBD dan memonitoring kegiatan PSN di masyarakat. “Selain itu puskesmas melakukan larvasida di seluruh rumah yang disurvei dan sekitarnya,” jelasnya.
Puskesmas juga melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui kegiatan-kegiatan seperti posyandu, pertemuan di kantor desa dan sekolah-sekolah terkait dengan pencegahan DBD agar meningkatkan pemahaman masyarakat tentang PSN. “Dinkes NTB dan puskesmas gerak cepat dalam merespons setiap yang muncul di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) melalui tindakan penyelidikan epidemiologi kurang dari 1×24 jam,” urainya.
Rekomendasi yang diberikan Dikes NTB dalam penanganan kasus DBD dengan meningkatkan deteksi dini kasus di Fasilitas Kesehatan (Puskesmas, Klinik, RS) dengan memanfaatkan RDT NS1 yang sudah didistribusikan ke seluruh kabupaten/kota, melaksanakan surveilans ketat sampai peningkatan kasus berakhir, melakukan PSN 3M Plus yang benar, tepat dan maksimal, serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya dengan melihat kenaikan Angka Bebas Jentik (ABJ) ke indikator >95 persen.
Hingga saat ini, terdapat tiga Puskesmas di Lombok Utara dengan kasus DBD lebih dari 20 pada periode Januari sampai dengan 20 Maret, yaitu Puskesmas Senaru 34 kasus, Puskesmas Santong 37 kasus, dan Puskesmas Tanjung 24 kasus. Sebagian besar penderita di Lombok Utara berusia lebih dari 15 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Usia tersebut merupakan usia produktif yang kemungkinan banyak melakukan aktivitas di luar rumah. Gejala yang dialami penderita berupa demam, lemas, mual, muntah, terdapat bercak merah pada tubuh dan nyeri sendi yang merupakan gejala umum kasus DBD. (azm)