Lombok Tengah (Inside Lombok) – Kegiatan perpisahan siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Praya, Lombok Tengah (Loteng) menjadi polemik. Terlebih isu yang beredar wali murid diminta urunan uang sampai jutaan rupiah.
Menanggapi kabar itu, Kepala SDN 4 Praya, Hidayati mengakui pihaknya bersama wali murid menggelar acara perpisahan. Namun ditegaskan para guru di sekolah itu tidak ikut campur atau tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan perpisahan ini.
“Kegiatan perpisahan itu diinisiasi para wali murid dan sudah melalui persetujuan mereka. Panitianya dari wali murid. Kami hanya sebagai tamu undangan pada saat pelepasan nanti. Wali murid yang mengatur acara,” ungkapnya, Senin (27/5).
Pihaknya, menyayangkan pemberitaan di salah satu media yang terkesan memojokkan, karena membuat isu yang tidak benar. “Kegiatan itu awalnya sudah melalui kesepakatan wali murid. Ada dua wali murid yang merasa diberatkan dengan iuran perpisahan itu. Selebihnya, wali murid yang dua kelas ini setuju,” ujar Hidayati.
Dikatakan, sebelumnya panitia juga telah menyampaikan rencana anggaran biaya (RAB) kepada ketua komite dan semua wali murid agar bisa memberikan masukan untuk disepakati bersama. Besaran iuran Rp450 ribu dan itu sudah termasuk biaya konsumsi anak dan wali murid, serta cinderamata untuk anak-anak, cetak foto, sewa terop, dan lainnya.
“Protes dari dua wali murid karena mahalnya biaya. Sebelumnya panitia sudah menawarkan apa solusinya dan mempersilakan menyusun RAB. Tetapi tidak ada tanggapan dari mereka yang tidak setuju,” papar Hidayati.
Dijelaskan, pihaknya selalu melakukan komunikasi dan koordinasi melalui grup WhatsApp kelas. Pihaknya menyayangkan ada pernyataan bahwa wali murid tidak ikut dilibatkan dalam rapat tersebut. “Panitia sudah mengundang semua wali murid berkali-kali. Salah satu yang kontra tidak pernah datang,” tutur Hidayati.
Sebelumnya, panitia kegiatan sudah melakukan musyawarah dengan Ketua Komite Siswa. Setelah mufakat, kemudian dibahas dengan semua wali murid. “Tidak diwajibkan bagi seluruh wali murid. Hanya yang mau saja. Jadi, sama sekali tidak ada paksaan,” tandasnya.
Di sisi lain, Ketua Forum Peduli Pembangunan dan Pelayanan Publik, Habiburrahman mengatakan seremoni perpisahan atau acara wisuda ditingkat pendidikan dasar belum layak dilakukan terlebih hal itu memberatkan wali murid. “Iya memang sebagian dari wali murid tidak mempermasalahkan itu, tapi ini menjadi standar ganda di hampir semua sekolah jadi tolong ini jangan di biarkan,” katanya.
Menurutnya, acara wisuda di tingkat sekolah dasar bahkan di TK belum pantas dilakukan, karena wisuda itu seharusnya hanya ada di level perguruan tinggi. “Kalau di SD Atau TK kan cenderung memberatkan wali murid, iya kalau yang mampu boleh lah, dalam kondisi ekonomi saat ini saya kira itu memberatkan,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya meminta dinas terkait untuk memberikan imbauan kepada sekolah-sekolah untuk tidak memberatkan wali murid, apalagi mereka akan masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya. “Analisanya kami itu tidak ada Peraturan Menteri sekalipun yang mengharuskan untuk wisuda,” tandasnya. (fhr)