Mataram (Inside Lombok) – Sebanyak 311 kelurahan/desa di NTB mulai terdampak kekeringan. Kondisi kekeringan dan kebakaran hutan ini diprediski sama dengan 2023 lalu, yaitu berpotensi terjadi di sembilan kaupaten/kota di NTB, kecuali Kota Mataram.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, Ahmadi menyebutkan dari sembilan kabupaten/kota tersebut tersebar di 75 kecamatan, 311 kelurahan/desa, 165.906 kepala keluarga dengan 581.932 jiwa.
“Sekarang ini SK bupati sudah mengeluarkan status darurat kekeringan dan Karhutla itu kan Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa, Sumbawa Barat dan Kota Bima,” katanya, Selasa (2/7) pagi.
Beberapa daerah lainnya seperti Lombok Timur, Lombok Utara, Dompu, Kabupaten Bima dan Pemprov NTB. Saat ini belum mengeluarkan status darurat kekeringan. “SK status darurat kekeringan dan karhutla masih dalam proses ini mungkin minggu depan,” katanya.
Dirincikan, di Kabupaten Lombok Utara sebanyak empat kecamatan dan 10 desa. Lombok Timur tersebar 13 kecamatan dengan 64 desa dan Lombok Barat kekeringan tersebar di lima kecamatan dan 16 desa. Sedangkan di Lombok Tengah ada di 8 kecamatan dan 82 desa.
Untuk di Pulau Sumbawa tersebar di Kabupaten Sumbawa Barat di empat kecamatan dan 12 desa, Kabupaten Sumbawa terdampak di 15 kecamatan dan 17 desa, dan Kabupaten Dompu di delapan kecamatan dan 51 desa. Selain itu di Kabupaten Bima terjadi di 13 kecamatan dan 44 desa dan Kota Bima yiatu di 5 kecamatan di 15 desa.
Ia mengatakan, selama musim kekeringan ini dampak paling besar dirasakan oleh para petani. Dimana, lahan pertanian di NTB yaitu sebanyak 250 ribu ha. “Salah satu di MT2 ini adalah penertiban pola taman kita, penertiban alokasi air dan jangan disedot-sedot sembarangan,” katanya.
Antisipasi dampak yang bisa ditimbulkan pada musim kekeringan yaitu dengan mengurangi areal tanam. Tamanan padi kata Ahmadi paling banyak membutuhkan air sehingga berpotensi bisa gagal panen. “Tidak cukup air nanti. Pengurangan areal taman pada MT3. Nanti bulan Agustus – November. Karena air juga tidak ada,” ujarnya.
Selain itu, antisipais yang dilakukan saat ini yaitu dengan penyiapan armada untuk pengangkutan air bersih. Untuk kebutuhan anggaran penanganan dampak kekeringan ini masih dalam proses pengajuan. “Ini belum kami rumuskan. Nanti kita lihat kemampuan dari pemerintah kabupaten/kota. Berapa miliarnya itu belum kita tentukan,” katanya. (azm)