Lombok Utara (Inside Lombok) – Dugaan pelanggaran netralitas ASN yang terjadi di Dinas PUPR Kabupaten Lombok Utara (KLU) menjadi atensi pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat. Dugaan pelanggaran ini terjadi beberapa waktu lalu, saat oknum ASN di OPD tersebut menggelar pembekalan uji sertifikasi pelaksana lapangan perkerasan jalan beton, di mana acara resmi dinas itu menghadirkan Kusmalahadi Syamsuri yang diketahui hendak maju sebagai bakal calon wakil bupati di pilkada KLU mendatang.
Sebagai informasi, Kusmalahadi juga merupakan ASN aktif di Pemprov NTB. Jika melihat undang-undang 10 tahun 2016 yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai calon wakil bupati. Namun pihak Bawaslu KLU akan menindaklanjuti hal tersebut menggunakan undang-undang ASN dan sudah ada surat edarannya.
“Kita tidak kejar satu pihak saja yang menyediakan fasilitas negara atau mungkin ada unsur mobilisasi ASN, itu merupakan ruang ruang kajian kita,” ujar Ketua Bawaslu KLU, Deni Hartawan, Rabu (23/7). Nantinya untuk menangani pelanggaran yang terjadi pihaknya akan ditelusuri, apakah masuk dalam pelanggaran netralitas ASN atau hal lainnya.
Selain itu, belakangan Bawaslu KLU juga menemukan bahwa Kusmalahadi merupakan anggota Partai Demokrat. Kendati tidak ada Kartu Tanda Anggota (KTA) namun soft file KTA itu ada dan hal ini dibenarkan oleh Demokrat KLU.
“Terkait itu ada kajian bagaimana pelanggarannya dari unsur pribadi. Kalau ini dilakukan Dinas PU kita kaji lagi karena dia tahu akan mencalonkan diri dan jadi anggota parpol kok difasilitasi,” terangnya.
Lebih lanjut, hal ini juga menjadi bukti-bukti tambahan dalam kajian dan penelusuran Bawaslu KLU. Apakah bisa dikenakan pidana atau laporan ke KASN yang nanti disertai sanksi-sanksi tertentu. “Sikap kami tetap melakukan kajian siapapun itu entah mungkin Kadisnya atau Kabidnya nanti kita lihat,” tuturnya.
Ditambahkan, Kordiv Penegakan Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu KLU, Suliadi mengimbau, agar semua pihak khususnya ASN terlebih Bupati dan Wakil Bupati untuk tidak gunakan kewenangan dan tidak terlibat dalam kegiatan pemerintahan yang melibatkan pihak yang mencalonkan diri di pilkada.
Karena hal ini bertentangan dengan UU 10 tahun 2016 di pasal 71 huruf c yang mana pimpinan daerah tidak boleh lakukan kegiatan yang menguntungkan kepada salah satu calon. “Terkait informasi yang masuk dari masyarakat kita akan lakukan penelusuran dulu, kita lakukan kajian dan kumpulkan bukti lain,” ujarnya. (dpi)