Mataram (Inside Lombok) – Harga beras diperkirakan akan mengalami kenaikan lagi, terutama memasuki musim kemarau ini. Kenaikan harga beras menjadi kekhawatiran karena berpengaruh terhadap lonjakan inflasi di dalam daerah, termasuk di NTB. Namun pemerintah bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) berupaya untuk mengendalikan inflasi agar tidak tinggi karena harga beras.
“Secara umum inflasi itu pengendaliannya bisa kita lakukan, kita bagi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek harus ada operasi pasar dan tentunya pemerintah akan impor beras kalau misalnya produksinya kurang,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) NTB, Berry Arifsyah Harap, Rabu (24/7).
Menurut sebenarnya untuk beras tidak ada persoalan. Jika produksi tetap tinggi, karena beras ini dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Apalagi dari Perum Bulog NTB sudah melakukan penyerapan beras petani selama masa panen beberapa waktu lalu. “Jadi sebenarnya musim kemarau dan musim hujan bisa kita lalui. Kalau misalnya banyak stoknya, jadi waktu petani panen itu diserap oleh Bulog (gabah petani,red),” jelasnya.
Setelah diserap, nantinya dari Bulog akan mengoptimalkan hasil serapan gabah petani. Dari serapan tersebut, ada yang disimpan sebagai stok Cadangan pemerintah dan ada juga dipasarkan, sehingga harga itu bisa terjaga di pasaran.
“Jadi ketika saat kemarau bisa menggunakan stoknya Bulog. Dimana Bulog bekerja untuk menstabilkan harga, artinya ketika harga beras itu cukup tinggi, maka akan dikeluarkan stok yang ada, sehingga turun lagi harganya,” ungkapnya.
Tidak dipungkiri untuk menstabilkan harga harus dibarengi dengan kekuatan stoknya. Hal tersebut yang telah dilakukan untuk menjaga lonjakan inflasi yang disebabkan oleh harga beras. Namun disisi lain, ada pemicu lainnya sehingga membuat harga beras tinggi. Bukan hanya karena stok yang kurang, tetapi indikasinya ada beberapa pengusaha besar yang bermain di beras. Seperti pengusaha minyak goreng, dimana mereka juga menjual beras. Bahkan berasnya masuk di beberapa ritel-ritel beras.
“Jadi ada pasar yang tidak bekerja dengan baik, sehingga harganya naik. Nah ini yang kita khawatirkan seperti itu, kalau di Jawa itu jelas banget (pengaruhnya,red). Tapi di Lombok saya kira nggak terlalu banyak terpengaruh,” demikian. (dpi)