Mataram (Inside Lombok) – Selama proses penerimaan peserta didik baru (PPDB), Ombudsman RI Perwakilan NTB menerima laporan sekolah yang melanggar batas penerimaan peserta didik. Bahkan sejumlah sekolah di Kota Mataram terpaksa menambah rombongan belajar (rombel) karena kelebihan pendaftar.
“Dari sampel di Kota Mataram ini memang kami temukan dan disampaikan oleh kepala sekolah masing-masing,” kata Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman RI Perwakilan NTB/Koordinator Pengawasan PPDB 2024 Ombudsman RI NTB, Mohammad Gigih Pradhani saat dikonfirmasi, Selasa (30/7) sore.
Saat ditanya sekolah mana saja yang menambah rombel itu, Gigih mengaku belum bisa membuka secara detail ke publik. Kendati, dari pengawasan yang dilakukan penambahan rombel tersebut karena sekolah tidak bisa membuka ruang kelas baru, sehingga cara yang dilakukan yaitu dengan penambahan rombel. Misalnya, untuk tingkat SMP penambahannya mencapai 8 orang dalam satu rombel.
“Tingkat SMA juga sama di atas 40 siswa dalam satu rombel. Memang seluruh kota dan kabupaten sebelum membuat rombel dasarnya itu keputusan sekjen Kemendikbud Ristek Dikti nomor:47/M/2023,” katanya.
Dengan penambahan rombel tersebut ada beberapa dampak yang ditimbulkan, yaitu dana BOS masing-masing siswa. Dengan konsekuensi tersebut, sekolah akan menarik biaya sebesar Rp200 ribu per siswa per bulan. “Ini bukan sumbangan jatuhnya. Tapi ini menjadi pungutan dan pungutan tidak ada dasarnya. Jadi jangan sampai nanti ini menjadi persoalan yang serius,” ungkap Gigih.
Ombudsman RI perwakilan NTB menyarankan sekolah yang menambah rombel untuk konsultasi ke dinas terkait. Karena OPD dalam hal ini Dinas Pendidikan harus terlibat dalam penambahan tersebut agar tidak menjadi persoalan yang besar. “Kalau dilaporkan ke Saber Pungli kan itu menjadi persoalan yang besar,” katanya.
Kasus yang sama hampir terjadi setiap tahun pada saat PPDB berlangsung. Padahal menurut Gigih, aturan PPDB sudah sangat bagus hanya saja pelaksanaan dilapangan yang masih belum direalisasikan sesuai aturan yang berlaku.
“Mindset anak-anak ini yang harus diubah. Bahwa pendidikan dimana saja itu sama. Ini selalu berulang. Jadi pertama kalau yang di Kemenag itu lebih soft dia. Mungkin karena sosialisasi ke orang tua,” katanya.
Selama PPDB berlangsung, Ombudsman NTB meminta Dinas Pendidikan harus tegas jika ada peserta didik titipan. Karena membengkaknya peserta didik dalam satu kelas itu nantinya akan berdampak pada sekolah dan peserta didik sendiri. “Karena nanti tidak terlayani dengan baik dalam hal jasa pendidikan ini. Guru menjadi tersandera. Karena dengan aturan ini akan berimplikasi pada sertifikasi mereka,” ucapnya.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, laporan tahun ini disebut berkurang. Hanya saja keluhan yang diterima tahun ini yaitu pada jalur prestasi. Dimana ada oknum orang tua yang memainkan sertifikat prestasi agar tidak menggunakan jalur zonasi. “Ini untuk kebutuhan anaknya agar bisa menggunakan jalur itu dan tidak menggunakan jalur zonasi,” tutupnya. (azm)