Lombok Barat (Inside Lombok) – Proses pembongkaran beberapa bangunan yang ada di area Pasar Seni Senggigi saat ini masih tersendat. Pasalnya, muncul penolakan yang diduga dilakukan oleh salah seorang pedagang yang mengaku mengantongi berkas Hak Guna Bangunan (HGB). Padahal perbaikan pasar seni tersebut menjadi bagian upaya pemerintah daerah untuk membenahi Senggigi, yang bertahun-tahun silam sempat menjadi primadona pariwisata di NTB.
Selain dengan memperbanyak event untuk menggaet wisatawan, perbaikan berbagai akses dan objek vital di kawasan wisata unggulan Lobar itu memang sedang diupayakan. Perbaikan Pasar Seni Senggigi yang tengah dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan diproyeksi menghabiskan anggaran mencapai Rp50 miliar.
Haji Coki, salah seorang perwakilan dari pihak ketiga yang bertugas mengawasi proses pembongkaran beberapa bangunan di sana mengaku masih kesulitan, karena ada bangunan yang berada di dekat pantai masih menolak untuk dibongkar. Pemilik bangunan pun mengaku memegang HGB sebagai dasar bertahan. “Katanya yang bersangkutan punya HGB yang keluar tahun 2023 lalu. Jadi kami masih kebingungan,” ungkapnya, Senin (19/08).
Dia menuturkan, pemegang kuasa pengelolaan Pasar Seni Senggigi itu awalnya di pegang oleh PT Rajawali. Namun, masa kontrak PT Rajawali sendiri sudah habis per 16 Agustus 2024 lalu. “Artinya kan sudah kembali ke daerah, dalam hal ini Pemprov NTB (Dinas Pariwisata NTB). Sudah 5 kali rapat dengan Dinas (Pariwisata), tapi tidak ada hasil,” terang dia.
Kondisi itu dinilai membuat pihak ketiga merugi, baik secara waktu maupun finansial. Terlebih, Surat Perintah Kerja (SPK) pihak ketiga selaku pemenang tender recovery atau perbaikan Pasar Seni itu sudah keluar sejak satu bulan yang lalu, dengan nilai kontrak Rp1,8 miliar dari total anggaran yang konon mencapai Rp50 miliar tersebut. “Kalau begini kami tidak bisa bekerja. SPK sudah keluar 1 bulan lalu. Nanti kalau molor, kami lagi yang salah. Harus ada solusi dari pemerintah terkait ini,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Camat Batulayar Muhammad Subayin mengaku kurang mengetahui terkait kepemilikan HGB salah seorang pedagang di Pasar Seni Senggigi tersebut. Menurut dia, kewenangan Pasar Seni Senggigi itu ada di Pemprov NTB. “Kondisi itu harus segera di clear-kan oleh Pemprov NTB selaku pemilik lahan. Kalau soal HGB, saya kurang tahu,” jelas Subayin.
Terkait adanya dugaan penolakan oleh salah seorang pedagang di kawasan Pasar Seni itu, Camat Batulayar itu mengatakan bahwa pada prinsipnya pihak ketiga dalam hal ini kontraktor tidak ada urusan dengan para pedagang. Pasalnya, itu masuk dalam pengelola pihak sebelumnya, yakni PT Rajawali, sedangkan PT Rajawali berhubungan langsung dengan Pemprov NTB.
“Jika kemudian masa kontrak PT Rajawali sudah kadaluarsa atau habis, maka secara tidak langsung pedagang itu kewenangan Dinas Pariwisata,” sambungnya. Akibat adanya persoalan yang masih belum selesai dan berpotensi menghambat perbaikan Pasar Seni Senggigi tersebut, Subayin menyatakan bahwa itu justru nanti akan berdampak terhadap masyarakat, serta pelaku usaha sendiri yang dirugikan.
“Kita juga rugi, karena pembangunan terhambat gara-gara satu pedagang. Harus ada win-win solution. Namun kita juga tidak bisa menyalahkan pedagang. Pemprov NTB disini harus tegas,” tandasnya. (yud)