Lombok Timur (Inside Lombok) – Penggunaan drone atau pesawat tanpa awak di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah memiliki aturannya sendiri. Drone pun harus diterbangkan dengan izin dan membayarkan biaya yang masuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai ketentuan.
Aturan itu merujuk pada surat pengumuman nomor PG.1356/BTNGR/TU/KSA/09/2024 tentang Penggunaan Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak (PUKTA) atau Drone di Taman Nasional Gunung Rinjani. Hal itu menindaklanjuti memorandum Kepala BTNGR Nomor M.35/T.39/TU/KSA/10/2023 tanggal 24 Oktober 2023 perihal Penertiban Penggunaan Pesawat Udara Kecil Tanpa Awak (PUKTA) oleh Pengunjung di Dalam Kawasan TN Gunung Rinjani.
Kepala SBTU Balai TNGR, Teguh Rianto mengatakan untuk pengaturan penggunaan drone saat ini yang diberlakukan di kawasan TNGR telah berlaku di Indonesia, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 mengenai Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak atau drone.
“Sementara untuk pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu kita acuannya pada PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan,” katanya, Rabu (18/09/2024).
Pengaturan penerbangan drone itu sendiri diatur karena mengikuti aturan dari Menteri Perhubungan bahwa untuk menerbangkan drone di ruang udara terbuka harus sesuai aturan. “Drone kan bisa dikendalikan dari jarak jauh, bisa dipakai apa saja termasuk privasi seseorang ketika di tempat umum,” tuturnya.
Drone sendiri memiliki daya jelajahnya yang cukup luas, sehingga penerapan pembatasannya juga dilakukan untuk menjaga kawasan konservasi terkait perlindungan-perlindungan ekosistem di dalamnya, sehingga harus ada pembatasan.
“Rinjani dengan 400 orang per hari ketika semua bawa drone dan terbang semua burung. Itu akan bakal mengganggu eksisting satwa liar yang ada di Rinjani,” jelasnya.
Dikatakan Teguh bahwa pemberlakuan pembatas drone sudah berlaku di beberapa taman nasional gunung di Indonesia. Pembatasannya mulai dilakukan lantaran semakin masifnya penggunaan drone di Indonesia.
Dalam penggunaan drone di kawasan TNGT sendiri harus memenuhi aturan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 agar bisa menerbangkan drone. Adapun penarikan PNBP yang diberlakukan aturan merujuk di PP 12 Tahun 2024. “Jadi nantinya kita lihat apakah penggunaan kamera tergantung tujuan apakah komersial atau non komersial, untuk drone yang dipakai youtuber ya jelas komersil kan, harus dikenakan tarif komersil juga,” jelasnya.
Setiap pengunjung yang meminta izin untuk penerbangan drone, akan terlebih dahulu diketahui tujuannya untuk apa. Sehingga nantinya dapat diketahui besaran pungutan PNBP-nya. Namun selama izinnya untuk dokumenter, maka tidak akan dilakukan pungutan.
“Slama ini yang sudah izin itu untuk dokumenter, tidak kita kenakan pajak. Makanya tergantung yang bersangkutan tujuan penggunaan dronenya untuk apa, biasanya jika itu untuk dokumenter atau promosi wisata bisa tanpa kena pungutan pajak,” tegasnya.
Ditegaskan teguh, pengaturan penerbangan drone sama halnya dengan mendaki gunung. Jika tujuannya untuk berwisata dan menikmati keindahan alam, maka tentu akan diberikan tarif berupa karcis masuk, namun jika tujuannya untuk non wisata maka tidak dipungut biaya apapun. “Sama seperti mendaki, kalau tujuannya sosial, religi atau tujuan non wisata lainnya, kami buka peluang tanpa pungutan,” terangnya. (den)