Mataram (Inside Lombok) – Pada masa kampanye ini, pelanggaran yang paling banyak dilakukan tidak memenuhi surat tanda terima pemberitahuan (STTP). Bahkan kampanye salah satu paslon ada yang dibubarkan karena belum mengantongi STTP dari pihak kepolisian.
“Pelanggaran yang paling banyak itu soal kampanye yang tidak memiliki STTP. Itu sudah ada di Lombok Barat dan kabupaten kota yang lain,” kata Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu Provinsi NTB, Hasan Basri.
Ia mengatakan, pengurusan STTP ini merupakan syarat yang harus dimiliki setiap paslon ketika akan melakukan kampanye. Karena jika tidak mengantongi surat tersebut, maka kampanye bisa dibubarkan dan hal ini sudah pernah dilakukan oleh panwas.
“Hampir di semua kabupaten kota tren pelanggaran kampanye tidak memiliki STTP. Kalau disebut semua paslon tidak. Tapi memang trennya begitu,” ungkapnya. Diakuinya, jumlah paslon yang melanggar aturan kampanye ini belum didata dengan pasti. “Kalau angka paslon yang mana ini belum direkap,” tegas Hasan.
Pembubaran kampanye karena tidak memiliki STTP ini, lebih banyak dilakukan oleh calon bupati dan walikota. Sedangkan untuk paslon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bawaslu belum mendapatkan laporan. “Ini calon bupati yang dibubarkan. Kalau calon Gubernur dan wakil Gubernur belum ada,” katanya.
Selain tidak memiliki STTP, pelanggaran yang banyak ditemukan pada tahapan kampanye ini yaitu pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang tidak sesuai tempatnya. Misalnya, pemasangan APK di pohon, taman, dan tempat-tempat yang dilarang lainnya. “Terhadap pelanggaran ini, yang berhak melakukan penertiban itu tim terpadu. Kalau Bawaslu itu hanya mengeluarkan rekomendasi,” ujar Hasan.
Sementara untuk keterlibatan ASN pada saat kampanye, Hasan mengatakan Bawaslu Provinsi NTB belum mendapatkan laporan. Tidak hanya itu, politik uang juga menjadi perhatian Bawaslu pada saat kampanye ini. “Kalau tentang ASN, TNI/Polri atau politik uang sampai saat ini belum ada,” katanya. (azm)