Mataram (Inside Lombok) – Kearifan lokal merupakan salah satu warisan penting yang kaya akan nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan. Tradisi ini telah lama dijaga dan dipraktikkan oleh masyarakat, mencerminkan cara hidup yang selaras dengan alam dan budaya lokal. Di tengah laju modernisasi dan globalisasi, menjaga dan mempromosikan kearifan lokal menjadi semakin penting, terutama dalam konteks pendidikan. Integrasi kearifan lokal dalam pendidikan dapat memberikan pembelajaran yang lebih kontekstual, relevan, dan bermakna bagi siswa.
Salah satu contoh kearifan lokal yang memiliki potensi besar untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan adalah tradisi Bau Nyale di Lombok. Tradisi ini tidak hanya kaya akan makna budaya, tetapi juga memiliki nilai-nilai ekologis yang penting. Dalam konteks pendidikan kelautan, Bau Nyale berperan sebagai media yang efektif untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan laut dan ekosistemnya. Hal ini dapat dicapai melalui pendekatan etnopedagogi, yaitu pendekatan pendidikan yang menghubungkan nilai-nilai budaya lokal dengan proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan.
Etnopedagogi, sebagai pendekatan yang mengintegrasikan kearifan lokal, memiliki relevansi tinggi di era globalisasi saat ini. Identitas budaya lokal sering kali terancam oleh homogenisasi budaya global yang menyebabkan nilai-nilai lokal terkikis. Oleh karena itu, penerapan kearifan lokal dalam pendidikan tidak hanya bertujuan untuk melestarikan warisan budaya, tetapi juga membantu siswa memahami tantangan lingkungan yang dihadapi dunia saat ini. Artikel ini akan membahas bagaimana tradisi Bau Nyale dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan kelautan melalui pendekatan etnopedagogi serta dampak positifnya terhadap kesadaran budaya dan lingkungan siswa.
Pentingnya Integrasi Kearifan Lokal dalam Pendidikan
Kearifan lokal memiliki peran penting dalam memperkaya pembelajaran. Salah satu keunggulannya adalah relevansi sosial dan budaya yang erat dengan kehidupan seharihari siswa. Dengan memanfaatkan kearifan lokal, siswa dapat memahami konsep akademik dengan lebih baik dan sekaligus memperkuat identitas budaya serta karakter mereka. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang berbasis kearifan lokal tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep akademik, tetapi juga membantu siswa untuk mengatasi dampak negatif globalisasi yang dapat mengikis identitas budaya lokal (Azizah, 2022). Dalam konteks pendidikan kelautan, tradisi Bau Nyale dapat menjadi media pembelajaran yang sangat efektif. Tradisi ini mengandung banyak nilai-nilai budaya dan ekologis yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengajarkan siswa tentang konsep-konsep ilmiah terkait ekosistem laut dan keberlanjutan lingkungan. Misalnya, siswa dapat mempelajari tentang siklus hidup nyale (cacing laut) yang muncul pada waktu tertentu setiap tahunnya dan berkumpul di pantai untuk bertelur. Melalui observasi langsung ini, siswa dapat belajar tentang siklus hidup hewan laut dan interaksi yang kompleks antara organisme laut dan lingkungannya.
Selain aspek ekologis, integrasi kearifan lokal juga membantu siswa untuk melihat hubungan langsung antara teori yang dipelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dalam hal ini, pendidikan yang berbasis kearifan lokal menjadi lebih relevan dan bermakna, karena siswa dapat menghubungkan pembelajaran akademik dengan tradisi yang mereka kenal dan praktikkan di komunitas mereka (Utomo et al., 2021).
Penerapan Etnopedagogi dalam Pendidikan Kelautan
Etnopedagogi adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada integrasi nilai-nilai budaya lokal ke dalam proses pembelajaran. Di Indonesia, yang kaya akan budaya dan sumber daya alam, penerapan etnopedagogi sangat relevan, terutama dalam pendidikan kelautan. Laut bukan hanya sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga merupakan bagian dari identitas budaya masyarakat pesisir.
Dalam konteks tradisi Bau Nyale, etnopedagogi dapat diterapkan untuk mengajarkan siswa tentang berbagai aspek ekologi laut. Siswa dapat belajar tentang siklus hidup nyale, bagaimana interaksi antara nyale dan lingkungan lautnya, serta bagaimana praktik-praktik tradisional masyarakat Sasak dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Selain itu, siswa juga dapat belajar tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan, terutama dalam hal menjaga populasi nyale agar tidak mengalami kepunahan akibat penangkapan yang berlebihan.
Melalui etnopedagogi, siswa dapat memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Bau Nyale, seperti rasa tanggung jawab terhadap lingkungan, pengorbanan, dan keberanian. Nilai-nilai ini sangat relevan untuk diajarkan dalam pembelajaran karakter, karena membantu siswa untuk tidak hanya memahami pentingnya menjaga lingkungan, tetapi juga memiliki sikap moral yang baik dalam berinteraksi dengan alam.
Nilai-Nilai Budaya dalam Tradisi Bau Nyale
Tradisi Bau Nyale berkaitan erat dengan legenda Putri Mandalika, seorang putri dari suku Sasak yang mengorbankan dirinya untuk menjaga perdamaian di antara kerajaan-kerajaan yang bersaing memperebutkannya. Legenda ini menjadi bagian integral dari perayaan Bau Nyale, yang melibatkan perburuan cacing laut di pantai Lombok. Putri Mandalika dianggap menjelma menjadi nyale, sehingga menangkap nyale setiap tahun dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada pengorbanan dan cinta sang putri.
Nilai-nilai pengorbanan, keberanian, dan tanggung jawab terhadap lingkungan yang terkandung dalam legenda ini dapat menjadi sarana pembelajaran karakter bagi siswa. Dalam konteks pendidikan, tradisi ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan. Siswa dapat belajar bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab ilmiah, tetapi juga tanggung jawab moral yang diilhami oleh nilai-nilai budaya lokal.
Selain itu, siswa juga dapat belajar tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Tradisi Bau Nyale mengajarkan bahwa menjaga keseimbangan alam sangat penting untuk keberlanjutan kehidupan di masa depan. Melalui tradisi ini, siswa dapat memahami bahwa praktik-praktik tradisional yang berkelanjutan sangat relevan dalam menghadapi tantangan global terkait perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.
Dampak Positif dari Integrasi Kearifan Lokal Bau Nyale dalam Pendidikan
Integrasi tradisi Bau Nyale dalam pendidikan kelautan memiliki berbagai dampak positif. Pertama, siswa menjadi lebih termotivasi dan terlibat dalam proses pembelajaran. Karena materi yang diajarkan relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengaplikasikannya dalam konteks lokal yang mereka kenal. Hal ini memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis serta pemecahan masalah (Kharismawati, 2023).
Kedua, penerapan etnopedagogi berbasis tradisi Bau Nyale membantu meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dengan belajar tentang siklus hidup nyale dan ekosistem laut, siswa dapat memahami bagaimana interaksi antara manusia dan lingkungan harus dijaga untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam. Kesadaran lingkungan ini sangat penting dalam membentuk sikap siswa untuk berperan aktif dalam pelestarian lingkungan, baik di tingkat lokal maupun global (Fazalani, 2018).
Tantangan dalam Penerapan Etnopedagogi
Meskipun penerapan etnopedagogi berbasis kearifan lokal Bau Nyale menawarkan berbagai manfaat, terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya pemahaman guru mengenai pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan. Banyak guru yang mungkin belum terbiasa dengan pendekatan ini atau kurang memahami cara mengintegrasikan nilai-nilai lokal ke dalam kurikulum. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru sangat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menerapkan etnopedagogi (Fatmi, 2023). Selain itu, dukungan kebijakan dan sumber daya juga sangat penting untuk memastikan keberhasilan penerapan etnopedagogi. Pemerintah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan yang mendukung pelestarian kearifan lokal serta menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mengintegrasikan tradisi lokal seperti Bau Nyale ke dalam kurikulum pendidikan. Partisipasi aktif dari masyarakat lokal juga sangat penting untuk memastikan bahwa kearifan lokal tetap relevan dan dapat diwariskan kepada generasi muda (Amu et al., 2016).
Kesimpulan
Tradisi Bau Nyale merupakan salah satu contoh kearifan lokal yang memiliki potensi besar untuk diintegrasikan ke dalam pendidikan kelautan di Indonesia. Melalui pendekatan etnopedagogi, tradisi ini dapat digunakan untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya menjaga lingkungan laut, memahami siklus hidup hewan laut, serta menanamkan nilai-nilai budaya yang berharga. Meskipun ada tantangan dalam penerapannya, integrasi kearifan lokal dalam pendidikan dapat memberikan dampak positif yang signifikan, terutama dalam meningkatkan kesadaran budaya dan lingkungan di kalangan siswa.
Artiket ini ditulis oleh Nurul Fajri, kandidat doktor Universitas Pendidikan Ganesha.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N. (2022). Urgensi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran ips.. https://doi.org/10.31219/osf.io/vj3tm
Amu, H., dkk., (2016). Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Desa Olele. Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 4 Nomor 2.
Fatmi, N., dkk. (2023). Implementasi Pendekatan Etnopedagogi Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Pembelajaran Tematik Pada Guru Kelas. JIKAP PGSD: Jurnal Ilmiah Ilmu Kependidikan Vol, 7. No, 1. Tahun 2023 eISSN: 2597-4440 dan p-ISSN: 2597-4424.
Fazalani, R. (2018). Tradisi bau nyale terhadap nilai multikultural pada suku sasak. Fon Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 13(2).
https://doi.org/10.25134/fjpbsi.v13i2.1549
Kharismawati, S. (2023). Implementasi pembelajaran ips berbasis kearifan lokal “manurih gatah” melalui teori belajar humanistik bagi siswa sekolah dasar. Ideguru Jurnal Karya Ilmiah Guru, 8(3), 782-789.
https://doi.org/10.51169/ideguru.v8i3.706
Muzakkir, M. (2021). Pendekatan etnopedagogi sebagai media pelestarian kearifan lokal. juhu, 2(2), 28-39.
https://doi.org/10.56806/jh.v2i2.16
Nahdi, K., Marzuki, M., Lutfi, S., Ramdhani, S., & Wijaya, H. (2021). Persepsi milenial terhadap kelestarian lingkungan dalam proposisi bahasa indonesia berbasis pengelolaan sampah. Research and Development Journal of Education, 7(2), 279.
https://doi.org/10.30998/rdje.v7i2.8982
Nursaptini, dkk., (2020). Festival Bau Nyale Sebagai Pengenalan Dan Pelestarian Budaya. Jurnal Cakrawala E ISSN 2655-1969.