Mataram (Inside Lombok) – Pinjaman online (pinjol) baik legal maupun ilegal masih merajalela di NTB. Tidak dipungkiri banyak masyarakat terjerat pinjol, kondisi ini sangat disayangkan. Bahkan di NTB cukup tinggi untuk akses keuangan lewat pinjol ini, sehingga mengakibatkan kredit macet yang ikut tinggi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPRD NTB Bidang Keuangan dan Perbankan, Sembirang Ahmadi mengatakan masyarakat lebih memilih pinjol karena dari sisi syarat-syaratnya lebih mudah dan bunganya cukup tinggi. Meskipun bunga tinggi, tetapi ada kompensasi dengan syarat tidak rumit. Kemudian, karena situasi terjepit sehingga masyarakat memilih opsi pinjol tanpa mempertimbangkan resiko-resiko yang ada.
“Karena solusi dari persoalan ini tidak ada lain, yakni bank-bank konvensional ini harus mempertimbangkan aksesibilitas masyarakat terhadap kredit di bank itu, misalnya memberikan penurunan bunga atau lainnya,” ujarnya, Senin (21/10).
Dengan memberikan penurunan bunga atau kemudahan yang lainnya, maka masyarakat mau beralih ke bank syariah atau konvensional untuk mendapatkan pinjamanan, daripada harus pinjol. Diakui, untuk di perbankkan syaratnya sangat ketat dan rumit, karena perbankan memiliki pertimbangan soal mitigasi risiko sehingga hal tersebut yang berat di bank
“Sekarang bagaimana mempertemukan ini, menurut saya, OJK juga harus memberikan jalan keluar. Karena bank bank ini mengikuti prosedur atau SOP yang ditentukan oleh OJK,” ungkapnya.
Banyaknya masyarakat mengakses dana lewat pinjol tidak dipungkiri, karena melihat dari satu sisi masyarakat membutuhkan uang dan butuh cepat. Sedangkan di sisi lain resiko pinjol cukup berat, semakin menunggak maka semakin besar bunganya. Ketika tidak bisa membayarkan, meminjam lagi di tempat lainnya, akhirnya tidak pernah keluar dari jeratan pinjaman.
“Ini kan justru OJK harus memberikan solusi bagaimana supaya bank konvensional maupun syariah ini juga tidak terlalu ketat dalam soal memberikan kredit, terutama bank perkreditan rakyat (BPR). Karena pinjol ini yang banyak terjerat rakyat kecil,” tuturnya.
Jika tidak ada solusi maka bisa menyengsarakan masyarakat kecil terutama. Padahal, sebagaimana diketahui, bahwa perbankan fungsinya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta membuka akses UMKM.
“Fungsi intermediasinya seperti itu. Ini menjadi catatan khusus kami di dewan. Justru OJk itu sekarang harus melihat bagaimana memberikan solusi, supaya satu sisi masyarakat kecil bisa mendapatkan layanan kredit dengan fasilitas memudahkan. Disisi lain pinjol ditertibkan,” demikian. (dpi)