Mataram (Inside Lombok) – Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Mataram memiliki peran penting dalam pemenuhan hak anak. Pemenuhan hak ini sebagai salah satu upaya untuk mendukung terwujudnya Kota Mataram sebagai kota layak anak (KLA).
Kepala Dikes Kota Mataram, Emirald Isfihan mengatakan ada 10 komponen yang harus dipenuhi daerah untuk menjadi KLA, dan minimal ada lima yang menyangkut masalah kesehatan. “Misalnya menjamin anak-anak terhadap tindak kekerasan. Bagaimana pelayanan kepada anak-anak terhadap hak hidupnya. Berada di dalam lingkungan keluarga yang aman dan bagaimana penanganan gawat darurat. Itu harus ada semua,” katanya.
Layanan terhadap anak juga memiliki dua perspektif, yaitu untuk anak yang sehat dan sakit. Bagi anak yang sakit, pelayanan yang dilakukan melalui fasilitas kesehatan yang ada di Kota Mataram. “Di faskes sudah berjalan. Pada saat gempa ada khusus penempatan mereka. Kemudian lingkungan juga begitu. Ada stunting juga bagaimana pola asuhnya,” katanya.
Pelayanan hak kesehatan bagi anak-anak ini merupakan tanggung jawab Dikes. Bahkan jika ada anak yang ditinggal untuk bekerja. “Itu yang harus kita kolaborasikan agar hak-hak mereka tetap terpenuhi,” tegasnya.
Dia menegaskan, dalam pemenuhan hak anak tidak bisa dilakukan oleh Dikes saja. Melainkan harus ada kolaborasi dengan OPD yang lain. “Intervensi terhadap anak-anak yang ada di lingkungan pendidikan. Kami mengembangkan sekolah itu menjadi sekolah sehat dan kami mencoba program sekolah sehat,” katanya.
Melalui sekolah sehat itu katanya akan ada pembentukan kader-kader. Program sekolah sehat dengan melibatkan para peserta didik lainnya sebagai salah satu langkah untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di lingkungan sekolah. Selain itu, kasus pernikahan dini. “Ini kan ranahnya di DP3A. Kemudian kami di Dinas Kesehatan terkena imbasnya pada saat melahirkan anak risiko stunting,” katanya.
Kolaborasi dengan Dinas Pendidikan yaitu membentuk kader-kader dari komunitas mereka. Keberadaan kader ini nanti bisa menjadi teman bicara sehingga bisa mengalihkan masalah yang mereka hadapi dengan bercerita. “Jadi tidak melampiaskan masalahnya dengan cara menikah di usia anak. Anak-anak ini berada dalam pergaulan dan kelompok yang benar,” tegasnya. (azm)