Mataram (Inside Lombok) – BEM Universitas Mataram (UNRAM) melayangkan somasi untuk Ketua DPRD NTB, Isvie Rupaeda atas pernyataan yang dilontarkannya saat rapat paripurna, Selasa (12/11). Dalam rapat itu, Isvie diketahui menyampaikan pernyataan bahwa oknum massa aksi pada tanggal 23 Agustus lalu diduga melakukan pelecehan seksual.
Sejumlah mahasiswa yang datang ke Kantor DPRD NTB menempelkan foto ketua DPRD NTB yang bertuliskan HOAX di dinding. Selain itu, rencana somasi yang dibacakan di ruang rapat paripurna DPRD NTB tidak bisa dilakukan dan dibubarkan petugas.
Ketua BEM UNRAM, Herianto mengatakan selain menyatakan ada dugaan pelecehan seksual saat aksi mahasiswa, Isvie yang merupakan Ketua Ikatan Alumni Mahasiswa UNRAM juga menyebut laporan pidana dugaan pengrusakan gerbang oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) adalah untuk stabilitas daerah. Hal itu sangat disayangkan, lantaran masih ada persoalan lain yang lebih besar yang harus mendapatkan perhatian pemerintah daerah seperti indeks demokrasi yang masih rendah, maraknya tambang ilegal yang berdampak pada lingkungan, berbagai bencana yang terjadi, krisis air di Tiga Gili, hingga konflik agraria berupa perampasan tanah masyarakat untuk pembangunan proyek pemerintah.
“Kita menyikapi pernyataan kemarin dengan fraksi, dan itu yang kita respon bahwa apa yang disampaikan itu adalah tidak benar,” ujar Herianto, Selasa (12/11) siang. BEM UNRAM pun mempertanyakan dugaan pelecehan seksual seperti apa yang dituduhkan Isvie saat aksi tanggal 23 Agustus lalu. “Dia (ketua DPRD NTB) tidak terbuka kepada publik. Seolah-olah mahasiswa atau gerakan lain sering pelecehan. Kalau memang benar silahkan dibuktikan dengan barang bukti yang nyata sehingga kita respon dengan baik,” ujarnya.
Penempelan foto ketua DPRD NTB yang berstiker hoax itu kata Herianto sebagai bentuk ketegasan mahasiswa bahwa apa yang disampaikan tidak benar. Karena jika memang dugaan pelecehan seksual itu, mahasiswa meminta untuk menunjukkan barang bukti. “Kita siap mengadu barang bukti dan fakta,” katanya.
Selain itu, terkait pengrusakan gerbang sudah ada enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda NTB dari 16 mahasiswa yang diperiksa. Namun selama pemeriksaan mahasiswa disebut tidak pernah ada pemanggilan atau pemeriksaan di Subdit Remaja, Anak dan Wanita Polda NTB terkait pelecehan seksual.
“Telah dikonfirmasi oleh perwakilan Tim Pembela di SUBDIT RENAKTA bahwa tidak pernah ada pelaporan dan proses penyelidikan/penyidikan terkait pelecehan seksual saat aksi serta tidak pernah ada pengaduan di SATGAS PPKS UNRAM terkait pelecehan seksual oleh 16 Mahasiwa saat aksi penyelamatan demokrasi. Sehingga secara Hukum dan Etik tidak pernah terjadi,” katanya.
Somasi tersebut sebagai bentuk kekecewaan BEM UNRAM dan Tim Pembela Aliansi Rakyat NTB Melawan Sebagian besarnya anggota IKA UNRAM. Apa yang dilakukan dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap demokrasi yang sebagian besarnya adalah Mahasiswa Universitas Mataram. Diharapkan permasalahan di tanggal 23 Agustus 2024 dapat diselesaikan secara damai selayaknya antara Ibu dan Anak, tidak harus ada yang berakhir di jeruji besi sebagaimana saran dari beberapa Dosen dan Guru Besar Universitas Mataram.
BEM Unram memberikan waktu paling lambat 3 x 24 Jam sejak somasi ini diterima kepada Ketua dan Sekretaris Dewan DPRD NTB agar melakukan klarifikasi secara terbuka dan jelas kepada publik terkait 2 pernyataannya tersebut di atas dan tidak terus menyebarkan HOAX. Selain itu mencabut laporan pidana yang sedang berproses di Kepolisian Daerah NTB yang telah menetapkan 6 Mahasiswa sebagai tersangka.
Pada rapat paripurna Senin (11/11) kemarin, sejumlah anggota DPRD NTB mempertanyakan pelaporan enam mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengrusakan gerbang pada saat aksi demonstrasi tanggal 23 Agustus 2024. Dalam rapat paripurna itu Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda mengatakan bukan saja masalah pengrusakan gerbang ada hal prinsip yang dilakukan oleh oknum dan mencoreng proses demokrasi.
“Saya melaporkan dalam forkopimda dalam stabilitas daerah. Tidak ada kaitannya dengan ketua DPRD, kaitan dengan sekwan. Namun karena akan mengganggu stabilitas daerah dari awal saya sampaikan sikap ini diambil untuk menjaga ketertiban lembaga,” tegasnya. (azm)