Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, pembangunan rumah tahan gempa (RTG) baik jenis rumah instan sederhana sehat maupun rumah konvensional untuk 1.149 kepala keluarga kategori rusak berat telah rampung.
“Tersisa sebanyak 157 KK yang saat ini statusnya sedang berproses. Dengan demikian, kita bisa katakan realisasi pembangunan RTG di Mataram mencapai 85 persen,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Mataram Lalu Martawang di Mataram, Jumat.
Menurutnya, berdasarkan laporan terakhir dari koordinator fasilitator rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Kota Mataram, menyebutkan rumah kategori rusak berat tercatat sebanyak 1.437 kepala keluarga (KK), dengan 114 kelompok masyarakat (Pokmas).
Dari 1.437 KK tersebut yang memilih pembangunan RTG jenis Risha (rumah instan sederhana sehat) sebanyak 589 KK dengan 51 pokmas. Dari jumlah itu, tercatat 433 KK atau 35 pokmas telah dinyatakan selesai 100 persen.
“Sedangkan 155 KK atau 16 pokmas, masih sedang berproses yakni dengan pemasangan atap dan lain-lain,” katanya.
Menurutnya, pemasangan atap untuk Risha akan dilakukan setelah dilaksanakan uji teknis panel Risha yang direncanakan mulai pada Senin (28/10), yang akan dilakukan oleh tim teknis dan fasilitator.
“Mereka akan bergerilia ke rumah warga yang memilih Risha untuk dilakukan uji teknis memastikan panel Risha tahan gempa, termasuk rumah-rumah yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat akan diuji,” katanya.
Sementara dari 1.437 KK yang rusak berat, warga yang memilih rumah tahan gempa jenis rumah konvensional (Riko) sebanyak 758 KK dengan 63 pokmas.
“Dari jumlah itu, 716 KK atau 54 pokmas sudah rampung 100 persen. Sisanya 42 KK atau 5 pokmas sedang berproses,” katanya.
Guna mempercepat perampungan pembangunan RTG, pemerintah kota telah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menyusun berbagai strategi percepatan penyelesaian baik fisik maupun administrasi.
“Targetnya tanggal 25 Desember 2019, semua harus tuntas seiring dengan berakhirnya masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Karenanya, dalam rakor tersebut telah ditekankan agar semua harus menjamin akuntabilitas proses pelaksaan dan pertanggung jawabab rangkaian rehabilitasi dan rekonstruksi di Mataram.
Selain itu, mempercepat dipersilakan melakukan inovasi tetapi inovasi harus mempercepat proses kerja dan tidak menambah prosedur sehingga kegiatan bisa sesuai dengan target.
“Jangan berharap kebijakan baru. Misalnya perpanjangan sama rehabilitasi dan rekonstruksi atau kelongggoran untuk pelaksanaan itu,” katanya. (Ant)