Mataram (Inside Lombok) – Guna memaksimalkan potensi zakat tahun 2025 mendatang, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi NTB menggelar rapat koordinasi daerah (rakorda). Pasalnya, meski target yang ditetapkan Baznas setiap tahunnya selalu melebihi namun disebut masih jauh dari potensi yang ada.
Sebagai daerah dengan mayoritas umat Islam, potensi zakat di NTB sangat besar yaitu mencapai Rp2,8 triliun. Namun dari jumlah potensi ini masih banyak yang belum terkelola dengan baik seperti di sektor pertanian.
Ketua BAZNAS NTB, TGH. M. Said Gazhali mengatakan salah satu upaya dalam meningkatkan perolehan zakat di NTB, pada Rakorda kali ini mengangkat tema “Sinergi tata Kelola NTB Makmur dan Sejahtera”. Melalui tema ini, Baznas Provinsi NTB bersama 10 kabupaten dan kota lainnya akan memperkuat sinergi.
“Potensi perhimpunan zakat di NTB sangat menjanjikan dalam berbagai bidang dan objek. Bahkan hasil penelitian potensi zakat di NTB mencapai Rp2,8 triliun,” ungkapnya, Rabu (4/12) sore. Diakuinya, dari potensi tersebut hanya baru berhasil dikumpulkan yaitu mencapai 7 persen.
Hal ini menjadi tantangan kerja keras seluruh BAZNAS yang ada di NTB. “Rapat koordinasi ini menjadi penting untuk membangun sinergi meningkatkan koordinasi antar lembaga baik Baznas provinsi, kabupaten kota dan LAZ,” katanya.
Tahun ini, Baznas Provinsi NTB menargetkan zakat mencapai Rp33 miliar. Dari jumlah tersebut zakat yang berhasil dikumpulkan melebihi dari target yaitu Rp40 miliar. “Banyak kendala untuk bisa mencapai potensi itu dan perlu dihadapi diantaranya BAZNAS sendiri masih menggarap secara parsial,” katanya.
BAZNAS Provinsi NTB hingga 10 kabupaten dan kota selama ini masih fokus untuk menggarap zakat yang ada di Aparatur sipil negara (ASN). Padahal banyak sekali potensi lain yang belum dikelola dengan baik. “Zakat pertanian, zakat perkebunan, perikanan, perusahaan tambang dan sebagainya,” katanya.
Untuk memaksimalkan pengumpulan zakat ini, harus ada payung hukum yang bisa menekan perusahaan wajib bayar zakat. Meksi saat ini sudah ada peraturan daerah namun disebut tidak mampu untuk mewajibkan perusahaan membayar zakat melalui BAZNAS. “Kan ada undang-undang tapi tidak ada sanksi. Sehingga banyak alasan mereka tidak berzakat melalui BAZNAS,” ucapnya.
Sementara itu, Pimpinan BAZNAS RI Prof. H. M. Nadratuzzaman Hosen meminta agar pengumpulan zakat harus dilakukan dengan maksimal. Kerjasama dengan semua kabupaten dan kota bisa memaksimalkan pengumpulan zakat. Apalagi selama ini zakat yang sudah dikumpulkan disalurkan kembali kepada masyarakat melalui berbagai program.
“Jadi kalau kita 1+1=2. Kalau kita bersinergi menjadi 10. Semua potensi digerakkan. Sinergi itu penting dan kuncinya adalah kebersamaan gotong royong dan tidak ada konflik diantara pemimpin,” ungkapnya.
Selama ini zakat dari sektor lain belum dioptimalkan. Disebutkan, potensi zakat yang cukup besar yaitu pada zakat perusahaan dan zakat karyawan. “Sebenarnya BANZAS sudah dekat (perusahaan red), tapi sulit ketemu pimpinan perusahaan dengan berbagai alasan,” ungkapnya.
Prof. Hosen menyarankan agar pimpinan daerah dalam hal ini Gubernur mengumpulkan semua perusahaan sehingga bisa langsung dikoordinasikan untuk pembayaran zakat. “Jadi tanpa ada Gubernur yang mengundang mereka dan itu sulit,” ucapnya. (azm)