Mataram (Inside Lombok) – Sejumlah pengusaha laundry, rumah makan dan hotel ditemukan masih menggunakan gas elpiji 3 kilogram (kg) yang mendapat subsidi pemerintah. Padahal seharusnya mereka menggunakan gas elpiji non subsidi. Penemuan ini berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh tim gabungan dari Dinas Perdagangan NTB, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Kepolisian, Pertamina dan Hiswana Migas pada Rabu (5/2) kemarin.
Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti mengatakan tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai bentuk edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha tentang sasaran pengguna gas elpiji 3 kg. Pemerintah juga bisa mengambil sikap lebih tegas, jika pelaku usaha masih menggunakan elpiji 3 kg dengan mencabut izin usaha dan lain sebagainya.
“Kita berharap kesadaran sendiri. Kalau setelah kami beri contoh tindakan, dan masih ada ditemukan (menggunakan elpiji 3 kg, Red), jangan salahkan kami kalau dari Polda turun tangan,” tegasnya, Rabu (5/2). Pada operasi itu petugas langsung mengambil tindakan dengan mengganti elpiji 3 kg tersebut dengan Bright Gas atau produk pertamina lainnya yang non subsidi.
Tiga pelaku usaha itu pun masuk dalam daftar perusahaan yang tidak boleh menggunakan gas bersubsidi, sesuai dengan surat edaran Dirjen Migas No.B-2461 tahun 2022. “Pemantauan dan sosialisasi tentang penggunaan elpiji 3 kg, rutin dilakukan. Cuma untuk penindakan berupa penggantian langsung dengan gas non subsidi kepada mereka yang melanggar, baru pertama kali kami lakukan,” ungkapnya.
Nelly menyebutkan, bahwa pemberlakukan kebijakan sebelumnya yang membatasi penjualan elpiji 3 kg hanya melalui pangkalan merupakan niat baik pemerintah untuk mewujudkan subsidi tepat sasaran. Apalagi di NTB, jumlah penerima subsidi gas elpiji 3 kg meningkat signifikan setiap tahunnya.
“Ada daerah di pulau sumbawa itu kenaikan penerima subsidinya itu sangat tidak wajar, antara 300 sampai 400 persen. Itu kalau kita lihat, artinya banyak pengguna elpiji 3 kg dari kalangan yang mampu,” terangnya.
Lebih lanjut, hal tersebut dinilai tidak tepat sasaran. Pasalnya, kalangan atas mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN), kebutuhan omprongan tembakau, hingga UMKM dengan omzet diatas 200 juta perbulan menggunakan elpiji 3 kg. “Seharusnya mereka tidak menggunakan gas subsidi, tapi non subsidi. Sekarang ini banyak tersedia dimana-mana elpiji non subsidi ini,” katanya.
Ditambahkan, Area Manager Communication, Relations dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) Ahad Rahedi mengatakan, penyaluran gas bersubsidi harus diawasi secara maksimal oleh semua pihak. Penggunaan subsidi ini juga harus tercatat sehingga benar-benar sesuai peruntukkan.
“Pemerintah berperan menentukan kebijakan dan menyiapkan anggarannya, pertamina menyiapkan barang untuk memastikan suplaynya, dan masyarakat harus berperan bahwa mereka yang menggunakan subsidi harus menyertakan NIK nya saat membeli,” ujarnya.
Keterlibatan semua pihak dalam memastikan elpiji 3 kg tersebut terdistribusi dengan baik kepada masyarakat yang berhak menerimanya. “Kami juga mendorong, untuk semua masyarakat dapat melaporkan, jika ada pihak-pihak yang menyalahgunakan produk bersubsidi,” imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam surat edaran Dirjen Migas No.B-2461 tahun 2022 disebutkan pihak-pihak yang tidak diperbolehkan menggunakan elpiji 3 kg. Seperti Restoran, Hotel, Usaha Binatu, Usaha Batik, Usaha Peternakan, Usaha Pertanian, Usaha Tani Tembakau dan Usaha Jasa Las. (dpi)