Mataram (Inside Lombok) – Sesuai dengan instruksi Presiden (Inpres) no. 1 tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) no 29 tahun 2025 yang telah menetapkan efisiensi belanja anggaran negara. Tentunya daerah harus bisa mengelola keuangan secara efisien. Kendati demikian, kebijakan tersebut bisa saja berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di NTB. Mengingat, BI NTB pada 2025 ini telah memprediksi pertumbuhan ekonomi berkisaran pada angka 4,7 persen sampai 5,5 persen.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB, Berry Arifsyah Harahap menyebutkan, dampak ekonomi terhadap kebijakan itu. BI NTB belum melakukan asesmen yang jelas bagaimana penghematan APBN ini dampaknya terhadap pertumbuhan, karena angkanya sampai sekarang masih simpang siur.
“Tidak bisa kita mengasesmen kalau begitu, agak sulit kita menghitungnya. Namun kalau ada penurunan pengeluaran pemerintah, secara perhitungan pertumbuhan ekonomi ya pastilah menurun, kalau konsumsi pemerintah ini menurun,” ujarnya, Senin (10/2).
Jika melihat angka konsumsi pemerintah di NTB hanya 14,81 persen, kemudian diturunkan 50 persen, maka akan tersisa sekitar 7-7,4 persen. Biasanya ekonomi NTB tumbuh 4 persen di PDRB, namun dengan melakukan efisiensi tumbuhnya hanya sekitar 2 persen saja.
“Itu kalau efisiensinya sama, kalau efisiensinya meningkat, bisa-bisa tidak harus turun setengah juga dari konsumsi pemerintahnya. Jadi harus dilihat juga dari efisiensi penggunaan anggaran belanja negara maupun daerah. Pengurangan ini harus dibarengi dengan peningkatan efisiensi. Sehingga dampaknya tidak terlalu dalam ke pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Saat ini untuk berasa besaran anggaran dipotong secara data belum selesai, tetapi bisa saja ditengah jalan ada perubahan-perubahan dilakukan. Sehingga tidak selama 1 tahun dengan kondisi yang sama dibiarkan begitu saja. Ada beberapa item yang terkena imbas dari efisiensi anggaran tersebut, seperti halnya belanja pemerintah, belanja pegawai dan lainnya.
“Komponen utama yang berdampak paling besar adalah belanja pegawai, belanja barang, dan investasi. Cuma ketiganya masih belum jelas berapa besaran potongannya, sehingga masih sulit untuk melakukan asesmen dan menjelaskan dampaknya,” ungkapnya.
Sementara itu, kebijakan efisiensi anggaran 2025 dampak terhadap konstruksi sejauh ini tidak ada. Terutama di wilayah NTB, mengingat ada beberapa proyek masih dalam tahap pengerjaan.
“Pembangunan sekunder dan tersier (irigasi) yang menggunakan dana APBD dan primer (bendungan,red) itu sudah selesai, sehingga anggaran daerah yang ada bisa didorong untuk hal tersebut dan efisiensi anggaran tidak memberikan dampak negatif yang besar terhadap perekonomian,” demikian. (dpi)