Mataram (Inside Lombok) – Kasus kematian Brigadir Nurhadi terus bergulir. Polisi telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan terhadap pada tersangka. Kendati demikian, tim Kuasa Hukum IMY mempertanyakan siapa pelaku sebenarnya dari kasus yang menyeret kliennya.
Kuasu Hukum IMY, Suhartono menyebut dari alat bukti yang ada belum secara terang mengarah kepada siapa pelakunya, sehingga pihaknya meminta agar kasus ini diusut secara terang benderang.
Pihaknya memfokuskan kepada sangkaan pasal 351 ayat 3 dan pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, di mana pihaknya menyoroti hasil autopsi yang dilakukan pada Jumat (4/7) lalu. “Di sana juga belum diterangkan secara pasti, apakah juga meyakini kapan almarhum meninggal dunia? Apakah di dasar kolam atau benar seperti keterangan dokter di klinik?” ujarnya, Senin (7/7).
Lebih lanjut, Ia juga mengungkapkan adanya foto yang menunjukkan saat korban dibawa ke klinik, kondisi saturasi oksigennya masih di angka 42. Suhartono berharap keterangan ahli lain dapat memperjelas temuan autopsi ini seperti apa, sehingga kasusnya jelas.
Menurutnya, meski hasil autopsi menunjukkan adanya indikasi kematian tidak wajar atau tindak pidana, pertanyaan krusialnya adalah apakah alat-alat bukti yang ada sudah secara terang mengerucut kepada siapa pelakunya. Dijelaskan bahwa pendapat ahli dalam autopsi adalah alat bukti yang sah, diatur dalam Pasal 187 KUHP.
“Apakah dari alat-alat bukti ini sudah membuat terang siapa pelakunya? Karena memang penahanan, penetapan tersangka tentunya orang ini sudah diduga kuat dia yang melakukan tindak pidana sehingga dilakukan upaya paksa begitu,” sambungnya.
Kliennya pun disebut siap menghadapi proses hukum, terlebih saat ini sudah dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian. “Kami sampaikan kepada klien kami, kita hadapi proses ini, kita mendukung penyidik Polda NTB, kita buat terang semua, seterang-terangnya,” jelasnya.
Rekan Suhartono, Hijrat Priyatno menambahkan pihaknya terus memantau semua informasi yang beredar di masyarakat. Pasalnya ada beredar video dengan durasi 19 detik, yang mana itu adalah barang bukti dalam penyidikan. “Klien kami ini dituduh melanggar Pasal 351 Ayat 3 dan Pasal 359, sementara yang diterangkan oleh Direskrim pada hari Jumat itu hanya menyebutkan tentang kematian, mengenai peristiwanya itu kami ingin tahu seperti apa,” ungkapnya.
Ia mengklaim bahwa kliennya telah berupaya menyelamatkan korban, bahkan saat korban dibawa ke klinik, dokter menyatakan almarhum masih hidup dengan saturasi oksigen 42. “Jadi kami belum mendapatkan gambaran baik dari bukti-bukti itu yang mengarahkan dari peristiwa yang terjadi. Kami juga ingin sama-sama ingin mengungkapkan dengan kepolisian apa yang sebenarnya terjadi. Kalaupun ada peristiwa seperti hasil forensik, autopsi, kami ingin tahu siapa pelakunya,” demikian. (dpi)