Mataram (Inside Lombok) – Inflasi Provinsi NTB per Juni 2025 tercatat mencapai 2,51 persen, melampaui rata-rata nasional yang berada di angka 1,87 persen. Kenaikan ini dipicu oleh lonjakan harga komoditas pangan, seperti tomat, minyak goreng, dan tarif angkutan udara. Menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi NTB menggelar Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) pada Jumat (11/7) di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur NTB.
Rapat yang diinisiasi sebagai respons atas tren inflasi yang mengarah ke zona waspada ini, dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan. Hadir dalam forum tersebut antara lain Kepala BPS NTB, Kepala Bulog NTB, perwakilan Bank Indonesia NTB, serta jajaran Sekda dari sejumlah kabupaten/kota seperti KSB, Loteng, Lotim, KLU, Kota Mataram, dan Dompu.
Penjabat Sekda NTB, Lalu Moh. Faozal, membuka dan memimpin langsung jalannya pertemuan. Ia mengingatkan bahwa kondisi inflasi saat ini berada dalam posisi mengkhawatirkan. “Inflasi kita sudah mendekati zona merah. Jangan sampai kita hanya berkutat di rapat, tapi tidak ada aksi nyata di lapangan,” tegas Faozal.
Menurutnya, upaya pengendalian harus diperkuat melalui sinergi lintas sektor dan wilayah. Ia menekankan pentingnya monitoring harga secara intensif di pasar-pasar tradisional. “Karo Ekonomi dan Kadis Perdagangan harus turun ke lapangan. Kita perlu tahu, benarkah masyarakat kesulitan membeli kebutuhan pokok seperti tomat dan cabai? Jika tomat jadi penyumbang utama inflasi, harus ada solusi serius,” ujarnya.
Faozal juga menyoroti kelemahan dalam distribusi dan rantai pasok yang selama ini menjadi masalah klasik. Menurutnya, ketahanan harga tidak bisa dilepaskan dari kelancaran jalur produksi ke konsumen. “Saya bukan teknisi pangan, tapi saya paham bahwa distribusi adalah titik rawan. Pasokan dari produsen ke pasar harus lancar agar harga tetap terkendali,” kata dia.
Ia juga mendorong kabupaten/kota membentuk TPID yang benar-benar aktif bekerja di lapangan, bukan sekadar formalitas dalam pertemuan rutin. Di akhir arahannya, Faozal mengajak seluruh daerah untuk memperkuat kolaborasi demi menjaga kestabilan daya beli dan perekonomian daerah.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Setda NTB, Lalu Wirajaya Kusuma, memaparkan bahwa tren inflasi NTB menunjukkan kecenderungan naik sejak Maret 2025. Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga tomat erat kaitannya dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat, sedangkan lonjakan harga minyak goreng dan angkutan udara dipengaruhi kebijakan pusat. “Pangan bergejolak menjadi pemicu utama. Kita perlu intervensi langsung di sektor yang sensitif ini,” pungkasnya. (gil)