Lombok Utara (Inside Lombok) – Gedung DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang tampak dari depan pengerjaannya sudah rampung sayangnya sampai dengan saat ini tak kunjung ditempati. Padahal pembangunannya ditargetkan rampung pada awal tahun 2025. Bahkan sudah ada tambahan waktu selama 50 hari kerja. Situasi ini memicu sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk anggota dewan sendiri.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD KLU, Ardianto mengungkapkan kekecewaannya. Bahkan, mendesak Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk tidak menganggarkan sisa pembayaran kepada pihak ketiga dalam APBD Perubahan 2025.
Desakan ini bukan tanpa alasan, pasalnya pihak ketiga harus terlebih dahulu membuktikan penyelesaian masalah denda keterlambatan. “Saya selaku anggota Banggar, saya minta TAPD tidak menganggarkan sisa pembayaran pihak ketiga di APBD perubahan 2025, sebelum pihak ketiga terbukti menyelesaikan tentang keterlambatannya,” ujarnya, Senin (14/7).
Sebelumnya, pembangunan gedung DPRD ini masih menyisakan anggaran sekitar Rp1,7 miliar. Namun, dengan perpanjangan waktu pengerjaan, muncul denda keterlambatan yang mencapai Rp400 juta. Ironisnya, perpanjangan waktu tersebut tidak membuat gedung ini bisa ditempati. “Dibangun 2024, 2025 tidak bisa ditempati akhirnya mangkrak. Saya tahu kemudian ternyata denda keterlambatan itu tidak dibayar sampai saat ini,” katanya.
Ia menduga bahwa perpanjangan waktu pengerjaan ini bisa jadi merupakan modus untuk mencairkan sisa anggaran Rp1,7 miliar tanpa melunasi kewajiban denda. “Ini kan modus, sehingga kita berharap ada bukti pembayaran tahun ini oleh pihak ketiga itu, baru tahun depan kita anggarkan pembayarannya,” ucapnya.
Menurutnya, jika tidak ada perpanjangan waktu, Pemkab KLU tidak perlu membayar sisa Rp1,7 miliar tersebut karena pengerjaan sudah melebihi batas waktu. Untuk ditekankan bahwa kontraktor harus terlebih dahulu membayar denda keterlambatan Rp400 juta yang seharusnya sudah masuk ke kas daerah.
“Terbukti denda belum dibayar sampai sekarang, uang masuk denda di pihak ketiga di pertanggungjawaban APBD kemarin belum ada. Harusnya kita bayarkan, tapi dia (kontraktor) dulu bayar keterlambatan,” tegasnya.
Dari hasil observasi, kondisi gedung DPRD KLU memang jauh dari kata siap pakai. “Semuanya mangkrak, sesuatu yang dibangun tidak ditempatkan itu mangkrak. Kan tidak ada apa-apa itu, buktinya ruangan saja belum selesai dan itu masih nyambung lagi ke belakang,” ungkap Ardianto.
Pembangunan gedung ini diperkirakan baru bisa ditempati pada tahun 2026. Padahal, ada anggaran lanjutan sekitar Rp3 miliar-an untuk landscape dan pengerjaan lainnya. Namun, ditegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dilanjutkan sebelum masalah inti terselesaikan. Dari hasil observasi, kondisi gedung DPRD KLU memang jauh dari kata siap pakai.
“Semuanya mangkrak, sesuatu yang dibangun tidak ditempatkan itu mangkrak. Kan tidak ada apa-apa itu, buktinya ruangan saja belum selesai dan itu masih nyambung lagi ke belakang,” ungkap Ardianto.
Pembangunan gedung ini diperkirakan baru bisa ditempati pada tahun 2026. Padahal, ada anggaran lanjutan sekitar Rp3 miliar-an untuk landscape dan pengerjaan lainnya. “Intinya kami berharap TPAD tidak menganggarkan yang Rp1,7 miliar untuk membayar sisa itu (pembangunan,red) sebelum sisa keterlambatan masuk ke kas daerah,” demikian. (dpi)