Lombok Barat (Inside Lombok) – Komisi III DPRD Lobar beberkan kekesalannya terkait rencana perbaikan tiga ruas jalan yang telah diperjuangkan oleh kalangan legislatif. Namun ternyata malah menjadi korban pergeseran anggaran yang dilakukan oleh Pemda Lobar.
Ketua Komisi III, Fauzi menuturkan bahwa dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2025 ada ketidakkonsistenan antara arah kebijakan dan rencana alokasi belanja infrastruktur.
Padahal, kata dia, tujuan pembangunan infrastruktur dengan dukungan belanja daerah, salah satunya termasuk dalam KUA-PPAS adalah terwujudnya konektivitas antar wilayah dan akses infrastruktur yang diterjemahkan dalam beberapa program. Seperti peningkatan jalan, pengembangan jaringan irigasi, akses air minum dan peningkatan kawasan kumuh.
“Tapi dalam KUA-PPAS, tidak disertakan dengan ukuran atau besaran anggaran. Dengan mandatori anggaran yang diwajibkan sebesar 40 persen dari infrastruktur, hanya dianggarkan 14,6 persen. Yang 14,6 persen itu meliputi Kebijakan modal dan jalan irigasi Rp86 miliar. Belanja modal perbaikan dan bangunan 8,65 persen, belanja modal peralatan dan mesin 3,6 persen. Total dari APBD yang kita bahas ini Rp2,3 triliun. Hanya di angka Rp348 miliar atau 14,8 persen,” bebernya, akhir pekan kemarin.
Pihaknya menilai, belanja tersebut masih jauh dari batas minimal ketentuan 40 persen sesuai UU No 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Pasal 26 ayat 4, harus terpenuhi 40 persen,” jelasnya.
Menurut politisi PKB itu, legislatif seolah dikibuli oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) atas beberapa program yang sudah diperjuangkan, namun justru dicoret secara sepihak oleh TAPD. “Kita ini seolah dikibuli oleh TAPD. Percuma kita bahas, namun di tengah jalan dicoret dan diputus,” kesalnya.
Dia lantas membeberkan pembahasan APBD murni tahun 2025. Terkait beberapa ruas jalan yang diperjuangkan kalangan dewan namun justru hilang dari program. Antara lain jalan sepanjang 1 kilometer yang ada di Gerung dengan anggaran Rp1,2 miliar, kemudian jalan sepanjang 1 kilometer di wilayah Narmada dengan nilai anggaran Rp1,2 miliar. Serta jalan rusak di depan pasar Sekotong senilai Rp1,2 miliar.
“Itu sudah masuk di anggaran murni. Tapi alasan efisiensi dan pergeseran (perbaikan ruas jalan) justru hilang. Namun kali ini kami minta, jangan sampai tidak masuk lagi dalam APBD Perubahan ini,” tegasnya.
Fauzi kemudian merinci bahwa anggaran murni yang ada di Dinas PU-TR Lobar adalah sebesar Rp120 miliar, dan kemudian diasumsikan mendapat tambahan menjadi Rp146 miliar.
“Tapi tatkala Dinas PU kami minta menjelaskan, tetap ketiga ruas jalan itu tidak masuk. Apa gunanya aspirasi masyarakat melalui dewan? Kita (Pemda, Red) justru lebih mengutamakan proyek-proyek yang mengutamakan keindahan daripada azas manfaat ke bawah. Rp3,5 miliar tidak bisa diperjuangkan karena selalu digeser,” kritiknya.
Dia menyebut, bahwa seharusnya antara eksekutif dan legislatif bisa saling menghargai. “DPR ini dianggap apa tidak?,” tanyanya dengan nada sedikit tinggi.
Tak hanya itu, Fauzi juga mengaku selama ini, kalangan dewan terus mendapat tekanan dan seolah ancaman dalam kaitan pembahasan KUA-PPAS. Tekanan yang dimaksud adalah terkait batas akhir KUA-PPAS yang harus diparipurnakan oleh dewan pada 12 Juli 2025. Dan APBD Perubahan juga harus segera ditetapkan yakni paling lambat 30 Juli.
“Kalau itu tidak bisa, maka kita tiga bulan tidak terima gaji. Bagi saya, lebih terhormat kita tidak mengambil gaji daripada kita tidak bisa memperjuangkan apa aspirasi masyarakat. Percuma kita rapat kerja dengan OPD, kalau digeser dan efisiensi,” tandas politisi PKB ini. (yud)