26.5 C
Mataram
Sabtu, 27 Desember 2025
BerandaDaerahNTBRamai Isu Pajak Amplop Kondangan, DJP Nusra Beri Klarifikasi

Ramai Isu Pajak Amplop Kondangan, DJP Nusra Beri Klarifikasi

Mataram (Inside Lombok)- Ramai beredar di media sosial terkait dengan rencana pungutan pajak untuk amplop pernikahan. Isu ini langsung memicu beragam reaksi pedas dari warganet, yang merasa keberatan dengan rencana tersebut. Namun, informasi yang beredar itu ternyata hoaks dan tidak benar.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusa Tenggara, Samon Jaya, menjelaskan bahwa pada dasarnya, setiap tambahan kemampuan ekonomis harus dikenakan pajak. Pasalnya pajak tidak mengenal bentuk atau nama penghasilan, apakah itu didapat secara langsung maupun tidak langsung. “Kami meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Pajak itu kan tambahan kemampuan ekonomis. Namun, konsepnya itu harus dipahami, jadi setiap tambahan ekonomis, setiap penghasilan dalam bentuk apapun, mau dari benar atau tidak benar, kena pajak,” ujarnya.

Dikatakan, bahwa semua orang yang memperoleh penghasilan, dalam bentuk dan nama apapun, wajib membayar pajak. Konsep ini juga berlaku bagi para pelaku usaha daring yang saat ini sedang ramai, yang penghasilannya akan dikenakan pajak seperti dalam skema Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa Digital (PMSE). “Penghasilan apapun namanya dan bentuk apapun, harus bayar pajak. Nanti kemudian dihitung. Ada perhitungannya,” terangnya.

Lebih lanjut, sistem pajak di Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana, wajib melaporkan dan menghitung sendiri pajaknya. Meski demikian, DJP memiliki cara untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak. “Pajak itu kan namanya self-assessment, melakukan declare sendiri. Tapi pada saat kita melihat pajak itu akan kelihatan dari penampilan orang itu. Apa penampilannya? Rumahnya bagus, mobilnya bagus, hidupnya makmur dan segala macam, tapi enggak pernah lapor pajak,” terangnya.

Dengan kemajuan teknologi, DJP kini bisa lebih mudah melacak data penghasilan wajib pajak. Hal ini memungkinkan mereka untuk memverifikasi apakah gaya hidup seseorang sejalan dengan laporan pajak yang mereka sampaikan. Jika dibandingkan dengan negara lain, untuk membayar pajak terbilang besar. Bahkan konsep pajak di negara maju justru dipandang sebagai tabungan. Masyarakat yang membayar pajak berlebih nantinya akan mendapatkan pengembalian (restitusi) di akhir tahun. Ini yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti liburan. “Makanya di negara hebat itu, orang-orang yang kelebihan pajak itu ditunggu, sebenarnya. Bagi mereka, bagaimana menabung dengan membayar pajak. Nanti satu hari atau akhir tahun ada kelebihan, sehingga mereka bisa piknik dari situ,” paparnya.

Sementara itu, untuk tarif pajak penghasilan, sudah tercantum dalam undang-undang. “Besarannya itu sudah tercantum, bahwa kalau misalkan penghasilan di rate tertentu, di bawah Rp500 juta itu kena 5 persen, ada yang kena 15 persen, 25 persen, 30-35 persen,” pungkasnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer