Mataram (Inside Lombok) – Saat ini sudah banyak koperasi yang mengajukan izin pertambangan rakyat (IPR). Izin pertambangan tersebut tersebar di beberapa kabupaten salah satunya Bima. Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara (Minerba), Iwan Setiawan, mengatakan sebanyak 13 koperasi di NTB tersebar Lombok Barat, Sumbawa, Dompu, dan Bima sudah mengajukan Iuran Pertambangan Rakyat (IPR). “Seluruh koperasi masih dalam tahap melengkapi dokumen,” katanya.
Dikatakannya, dokumen yang harus dilengkapi oleh masing-masing koperasi cukup banyak. Misalnya mulai dari izin lingkungan (UKL-UPL), susunan pengurus, hingga dokumen reklamasi pasca tambang. Kewajiban IPR katanya akan diatur melalui revisi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Perda PDRD). Dan terakhir nanti izin juga akan dikeluarkan oleh Gubernur NTB. Proses ini masih berjalan dan coaching clinic atau sesi pelatihan singkat telah digelar. Kegiatan ini untuk membantu koperasi memahami syarat yang harus dipenuhi sebelum beroperasi. “Kami juga menyiapkan anggaran untuk penyusunan dokumen reklamasi pascatambang dan Pergub sebagai aturan turunannya,” ungkapnya.
Iwan menegaskan IPR memang wajib berbentuk koperasi atau perseorangan. Penegasan ini karena adanya kekhawatiran nanti adanya pemodal besar. “Kalau soal dugaan ada pemodal lain, kami tidak tahu,” katanya. Tidak itu saja, lahan tambang yang diajukan berada di dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Berdasarkan aturan yang berlaku, WPR maksimal 25 hektare. Dari luas tersebut, koperasi dapat mengelola maksimal 10 hektare dan perorangan maksimal 5 hektare. “Kalau ada, maka IUP perusahaan tersebut harus diciutkan terlebih dahulu melalui keputusan kementerian,” jelasnya.
Terkait kewajiban finansial, koperasi nantinya wajib membayar sejumlah biaya yang terintegrasi dalam IPR, mulai dari jaminan reklamasi, royalti, hingga biaya pengusahaan yang dihitung berdasarkan tonase atau gram hasil tambang. Di lain sisi, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal bersama Polda NTB berencana membentuk pilot project sebagai langkah awal penerapan IPR. Terkait dengan dampak lingkungan, pengelolaan tambang rakyat secara legal jauh lebih baik daripada aktivitas ilegal. “Sejelek-jeleknya yang legal, pasti lebih bagus dari ilegal. Karena kita bisa mengontrol dan mengawasi,” jelasnya.

