Mataram (Inside Lombok) – Kasus perkawinan anak dan dampaknya menjadi perhatian pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam kegiatan berugak pemuda di Mataram, Rabu (24/9). Mereka menilai perkawinan anak memicu persoalan sosial, pendidikan, hingga ekonomi di NTB.
Perkawinan anak disebut menyebabkan putus sekolah, stunting, hingga kemiskinan. Pemerintah Provinsi NTB telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak sebagai upaya menekan tingginya kasus tersebut.
Salah satu siswa SMK Negeri 2 Mataram, Denda Jannatul Ma’ani, menilai perkawinan dini merusak masa depan generasi muda. “Kita punya cita-cita yang sangat tinggi, tapi kalau nikah dini, hal itu tidak bisa tercapai. Ini harus dicegah agar anak-anak bisa melanjutkan sekolahnya dan meraih cita-citanya,” ujarnya.
Ia menegaskan pencegahan harus menjadi perhatian bersama, mulai dari keluarga hingga pemerintah. Menurutnya, aturan lokal atau awiq-awiq juga perlu dibuat untuk mencegah praktik tersebut.
Pendamping dari SMK Negeri 3 Mataram, Hariyanti, menambahkan bahwa sosialisasi harus diperkuat agar masyarakat memahami dampak negatif perkawinan anak. “Pemerintah bisa lebih massif untuk sosialisasi dampak negatif dan ini bisa langsung melibatkan masyarakat,” katanya.
Dalam kegiatan berugak pemuda yang digelar BASAntb, para peserta diajak menganalisis kasus, penyebab, dan solusi perkawinan anak. Hasil diskusi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi kebijakan pemerintah daerah.

