Mataram (Inside Lombok) – Angka pernikahan anak di NTB masih tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah remaja yang melahirkan di fasilitas kesehatan, yaitu sebanyak 6 ribu orang lebih. Sementara, jumlah pernikahan remaja yang tercatat di Kementerian Agama kurang dari 1.000 kasus.
“Remaja kita yang melahirkan saya punya data 6.600 lebih dalam tahun ini, melahirkan di faskes. Sedangkan data di Kementerian Agama yang terlapor di bawah seribu,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr. H. Lalu Hamzi Fikri, Senin (29/8) di Mataram.
Ia mengatakan, tidak sesuainya jumlah remaja yang melahirkan dengan jumlah pernikahan yang terdata di Kementerian Agama menandakan angka pernikahan anak masih tinggi. Remaja yang menikah tersebut tidak terdaftar atau menikah di bawah tangan.
“Banyak yang tidak melapor dan nikah di bawah tangan. Ini menjadi PR kita dan sudah kita sinkronisasi dengan teman-teman dari Kemenag juga,” ujarnya.
Kondisi ini, lanjut Fikri, menjadi tantangan di Provinsi NTB. Karena nantinya akan berpengaruh terhadap pola asuh yang akan diterapkan kepada anak-anaknya. Di Provinsi NTB sudah Peraturan Daerah (perda) tentang pencegahan pernikahan anak. Namun di tingkat realisasinya ditegaskannya perlu diperkuat kembali.
“Banyak tantangan kita ke depan, tapi saya menyebutnya bukan sebagai suatu masalah. Namun sebagai tantangan,” katanya.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP2AP2KB) Provinsi NTB, angka pernikahan dini meningkat setiap tahun. Misalnya tahun 2015 yaitu sebanyak 86 kasus, tahun 2016 ada 134 kasus, tahun 2017 ada 162 kasus, dan tahun 2018 ada 212 kasus.
Sedangkan tahun 2019 ada 370 kasus, dan tahun 2020 ada 875 kasus. Selain itu tahun 2021 ada 1.132 kasus dan tahun 2022 baru 153 kasus. (azm)