Lombok Tengah (Inside Lombok)- Dalam lima bulan ini, sebanyak 80 pasangan anak di Lombok Tengah telah mengajukan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama (PA Praya).
“Saya kurang tahu ya, apakah karena sudah sadar hukum atau bagaimana. Kok banyak sekali (permintaan) yang masuk ke pengadilan,”kata Ketua PA Praya, Baiq Halkiyah, Senin (24/5/2021) di Praya.
Peningkatan dispensasi perkawinan ini terjadi sejak terbitnya UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada tahun 2019, permintaan dispensasi perkawinan hanya 30 saja.
Kemudian di sepanjang tahun 2020 jumlah itu meningkat drastis mencapai 150 an dan di sepanjang tahun ini angkanya mencapai 80 permintaan.
“Karena KUA (Kantor Urusan Agama) menolak setiap terjadi perkawinan di bawah umur. Makanya itu mungkin yang menyebabkan terjadinya pengajuan,”ujarnya.
Rata-rata yang mengajukan dispensasi perkawinan adalah pasangan berusia 17-18 tahun. Adapun dalam UU, minimal usia perkawinan adalah 19 tahun baik laki maupun perempuan.
Menurutnya, salah satu penyebab tingginya angka permintaan dispensasi perkawinan ini karena pandemi Covid-19. Banyak pelajar yang memutuskan menikah karena tidak terlalu aktif bersekolah.
“Mungkin ini dampak Corona juga ya sehingga terus mengalami peningkatan yang menikah di bawah umur,”tandasnya.
Dikatakan, permintaan dispensasi perkawinan ini banyak yang dipenuhi oleh pihaknya karena adat merarik yang ada di tengah masyarakat. Perempuan yang sudah dilarikan ke rumah laki-laki masih dianggap tabu untuk kembali lagi ke keluarganya.
“Karena adat merarik ini sehingga mereka tabu, malu untuk mengembalikan (perempuan),”katanya.
Di samping itu, syarat-syarat untuk pengajuan dispensasi perkawinan ini juga dipenuhi. Sehingga dikabulkan oleh PA Praya. Syarat tersebut di antaranya adalah melihat fisik calon pasangan pengantin apakah sudah cocok untuk berumah tangga atau tidak.
Kemudian pasangan calon pengantin juga menghadirkan kedua orang tua saat di persidangan dan kedua orang tua masing-masing menyanggupi dan menyatakan siap untuk menikahkan anak-anaknya.
Dia mengaku menyangkan terjadinya pernikahan anak ini. Di sisi lain, PA merupakan pintu terakhir di dalam proses perkawinan dalam hal ini memenuhi permohonan dispensasi perlawanan.
Oleh sebab itu, dia berharap kerjasama dari semua pihak, mulai dari orang tua, pemerintah desa dan juga kabupaten untuk melakukan langkah-langkah preventif agar pernikahan anak tidak sampai terjadi.
“Jangan seperti yang selama ini terjadi di tingkat bawah itu seolah mendorong terjadi pernikahan anak. Semestinya jangan terjadi sampai dilarikan,”tandasnya.