28.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaAda Bacaleg Mantan Napi Korupsi, KPU Diminta Cermati Berkas DCT dari Parpol

Ada Bacaleg Mantan Napi Korupsi, KPU Diminta Cermati Berkas DCT dari Parpol

Lombok Barat (Inside Lombok) – Penyerahan daftar calon tetap (DCT) calon legislatif (caleg) dari partai politik (parpol) sudah ditutup pada Selasa (3/10) kemarin. Bawaslu meminta agar KPU Lobar mencermati secara seksama berkas DCT tersebut. Menyusul raminya dibahas oleh masyarakat soal salah seorang bacaleg mantan tahanan kasus korupsi yang ternyata lolos hingga tahap DCS di Lobar.

Pencermatan dinilai penting, lantaran sudah ada Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan KPU mencabut dua aturan yang dinilai memberi karpet merah bagi mantan napi korupsi yang kembali maju sebagai caleg. Berdasarkan dikabulkannya uji materi oleh MA atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023.

Ketua KPU Lobar, Bambang Karyono tak membantah soal adanya salah seorang bacaleg dalam DCS yang berstatus mantan tahanan korupsi dari Partai Gerindra. Namun, kata dia, jelang penetapan DCT partai yang bersangkutan sudah mengkonfirmasi jika bacaleg tersebut telah keluar dari partai besutan Prabowo Subianto itu dan sudah diganti.

“Tapi nanti kita lihat di DCT-nya. Tentu Parpol sudah tahu regulasinya dan saya kira parpol sudah mengantisipasinya,” ujar Bambang saat dikonfirmasi, Selasa (03/10/2023).

Kendati, pihaknya menilai yang bersangkutan masih bisa menjadi caleg. Karena sudah memenuhi syarat untuk mengikuti kontestasi. Terlebih, yang bersangkutan sudah melewati masa jeda lebih dari lima tahun setelah bebas dari tahanan, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tidak bisa kemudian hak politik itu dicabut setelah orang mendapatkan hukuman. Kemudian aturannya setelah keluar (tahanan) lima tahun dia bisa nyaleg lagi dan mendapatkan hak politik,” jelasnya.

Dijelaskan, aturan yang diminta dicabut oleh MA itu terkait caleg napi koruptor yang baru saja bebas dan belum melewati masa jeda sesuai ketentuan yang berlaku. Baik itu yang baru bebas setahun sampai empat tahun. Namun untuk mantan napi koruptor yang sudah jeda lima tahun dari kebebasan, itu dinilai masih diperbolehkan untuk nyaleg. Kendati, dari sisi KPU sepanjang ada syarat yang tidak terpenuhi, maka secara otomatis data itu tidak akan bisa masuk di SILON Parpol.

Sebelumnya, MA sudah mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua eks pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad, atas aturan KPU yang diajukan yang dianggap memberi karpet merah bagi mantan napi korupsi untuk ikut Nyaleg tanpa menunggu masa jeda selama lima tahun. Yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan itu, MA memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota DPD serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon.

Terkait hal itu, Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami mengaku sudah melakukan pengawasan terkait bacaleg mantan narapidana kasus tipikor tersebut, dan dari hasil pantauan pihaknya bahwa nama yang bersangkutan sudah tidak ada dalam SILON. “Setelah kami pantau SILON, kemungkinan (yang bersangkutan) akan diganti. Karena perubahan di SILON sampai hari ini (3/10) sudah tidak ada nama yang bersangkutan di semua Dapil di Lobar,” terang Rizal.

Diakui, pihaknya akan terus memantau setiap tahapan pemilu 2024 mendatang dengan seksama. “Kami sampaikan imbauan kepada KPU terkait dengan pencermatan terhadap nama-nama bacaleg di DCS (daftar calon sementara) tersebut,” tegasnya.

Jika ditemukan hal-hal yang sekiranya tidak sesuai dengan aturan PKPU pencalonan, maka pihaknya akan menyampaikan saran perbaikan segera kepada KPU. “Pada akhirnya ketika nanti penetapan DCT di 3 November saran perbaikan dari Bawaslu tidak ditindaklanjuti, maka kami naikkan menjadi dugaan pelanggaran administrasi,” tandasnya. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer