Mataram (Inside Lombok) – Kasus dugaan korupsi izin penambangan pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur tahun 2021-2022 terus bergulir. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB memastikan akan ada calon tersangka baru, setelah sebelumnya ada 3 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Episode pertama tiga orang tersangka, dan akan kita limpahkan. Episode berikutnya ada calon tersangka baru,” ungkap Kepala Kejati NTB, Nanang Ibrahim Soleh, Selasa (20/6).
Penyidik disebutnya terus memastikan pengembangan kasus tersebut, di mana pemeriksaan mengarah pada beberapa pejabat tinggi. “Aku tidak mau mencari teri ya, nyari kakap, dan nanti akan kami buka pada saat episode berikutnya,” lanjut Nanang.
Untuk diketahui, Kejati NTB menetapkan tiga orang tersangka, yaitu PSW, RA, dan ZA dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. PT AMG diketahui berkantor pusat di Jakarta Utara terungkap mengantongi legalitas izin penambangan pasir besi di Blok Dedalpak dengan luas lahan 1.348 hektare. Izin tersebut berlaku selama 15 tahun terhitung sejak 2011 hingga 2026.
Izin itu terbit berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Timur Nomor: 2821/503/PPT.II/2011 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi Bahan Galian Pasir Besi dan Mineral Pengikut.
Hanya saja dalam menjalankan aktivitas penambangan itu, diduga PT AMG tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahunan dari Kementerian ESDM. Aktivitas tambang demikian berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Disinggung, mengenai hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB dalam perkara tersebut, Kajati pun mengaku sudah ada. Hanya saja untuk besaran angkanya belum bisa disampaikan. Dimana hasil kerugian negara tersebut diyakini mencapai puluhan miliar. “Kerugian negaranya puluhan miliar, tidak sampai triliunan,” tuturnya.
Sementara itu, terkait sumber kerugian kerugian negara tersebut, Kajati enggan memberikan informasi karena sudah masuk ke dalam ranah materi penyidikan. “Nanti akan kita buka semua di pengadilan, saya tidak buka semua karena itu merupakan strategi penyidikan,” jelasnya. (dpi)