Mataram (Inside Lombok) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram mengecam keras tindakan pelecehan seksual yang menimpa Elsa (nama samaran), salah seorang jurnalis perempuan dari salah satu media online di Kabupaten Lombok Utara. Dan menuntut aparat kepolisian menindak tegas pelaku.
Karena kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap jurnalis adalah hal yang tidak bisa ditolerir. Yang mana perbuatan bejat itu diduga dilakukan oleh pelaku SR, pada 18 November lalu.
Terlebih lagi adanya dampak psikis yang dialami korban yang bahkan membuatnya merasa khawatir dan tidak nyaman dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Hal itu diungkapkan oleh Divisi Perempuan dan Kaum Marjinal, AJI Mataram, Atina.
“Rasa trauma serta dampak lain yang dialami korban ini harus dijadikan pertimbangan oleh aparat kepolisian dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku” tegasnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Inside Lombok, Jum’at (04/12/2020).
Dirinya menyebut, hal tersebut kini membuat korban merasa tertekan dan malu. Korban pun, kata Atina, kini menghadapi kasus tersebut sendiri dan makin terpukul setelah mengetahui bahwa polisi tidak melakukan penahanan terhadap pelaku.
“Apalagi setelah D mengetahui kalau pelaku ini tidak ditahan karena pasal yang dikenakan adalah pasal 281. Jadi dia sekarang trauma dan khawatir” ungkapnya.
Ia pun mendesak aparat penegak hukum memberikan hukuman setimpal atas perbuatan yang dilakukan pelaku. Karena, lanjut dia, korban dan perempuan manapun tidak layak mendapatkan pelecehan seksual seperti itu.
Walaupun korban pada saat mengalami hal tersebut tidak sedang menjalankan tugas peliputan. Karena di sini, korban tidak hanya mengalami pelecehan tetapi juga kekerasan. Lantaran korban merasakan sakit pada area tertentu setelah mendapat perlakuan tidak senonoh tersebut.
“Yang lebih parah dari itu, psikis korban pelecehan ini menjadi sangat rentan” tandas Atina.
Ketua AJI Mataram, Sirtupillaili pun mendesak aparat kepolisian menindak tegas pelaku.
“Bagaimanapun, kekerasan seksual terhadap jurnalis tidak bisa kami tolerir” tegas Sirtu.
Ia memandang bahwa jurnalis perempuan rentan mengalami pelecehan maupun kekerasan seksual. Baik ketika menjalankan tugas jurnalistik, maupun di luar lingkungan kerja.
Sehingga ia berharap pelaku dapat dikenakan hukuman sesuai atas perbuatan yang dilakukannya. Guna memberi pelajaran dan efek jera, agar hal serupa tidak lagi menimpa jurnalis perempuan lainnya, baik itu di ruang publik, maupun privat.
“Pelaku harus diproses secara hukum karena ini sudah masuk tindak pidana” desak ketua AJI Mataram ini.