Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Barat tawarkan solusi agar para nelayan asal Kota Mataram bersedia direlokasi. Dua titik relokasi pun disiapkan, antara lain di Pantai Duduk dan Meninting. Pasalnya, bila terus-terusan parkir di tepi Pantai Senggigi, para nelayan tersebut dinilai melanggar Perda Lobar Nomor 9/2016.
Perda tersebut membahas soal ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat. Di mana pada pasal 20 ayat 1 disebutnya setiap orang dan/atau nelayan dilarang menyandarkan, menambatkan sampan dan/atau perahu di pantai-pantai tempat kunjungan wisata.
“Bukan berarti tidak boleh (parkir), kelompok nelayan ini kita arahkan di dua tempat, di Duduk dan di muara Meninting,” jelas Kasat Pol PP Lobar, Bq. Yenis S Ekawati saat dimintai keterangan di Senggigi, Kamis (24/02/2022).
Pihaknya menegaskan, penertiban yang dilakukan bukan tanpa solusi. Kendati demikian, solusi yang ditawarkan mendapat penolakan dari para nelayan. “Jangan dikatakan kami arogan, tidak. Tapi kan kami juga memberikan solusinya,” imbuh dia.
Menurutnya, para nelayan tersebut perlu diberikan pemahaman lebih terkait Lobar dan Kota Mataram yang saat ini adalah dua wilayah dan pemerintahan yang berbeda. Karena kata dia, banyak nelayan yang masih beranggapan bahwa kawasan Senggigi masih bisa mereka tempati untuk parkir, sama seperti sebelum wilayah Lobar dipecah juga menjadi Kota Mataram.
“Memang awalnya kita sama, Lobar itu Kota Mataram. Perlu kita berikan pemahaman, karena mereka berpikir bahwa dari dulu mereka parkir perahu di sini, tapi itu dulu sebelum Kota Mataram dan Lobar menjadi dua wilayah berbeda,” bebernya.
Ia berharap pihak terkait, termasuk nelayan bisa sama-sama menghormati kebijakan daerah masing-masing. Terlebih Senggigi adalah ikon pariwisata unggulan Lobar yang sebentar lagi akan ramai didatangi para wisatawan penonton MotoGP. Sehingga kenyamanan dan keasriannya harus terjaga.
“Kita telah sepakati untuk kita sama-sama saling menghormati apa yang menjadi aturan dari masing-masing daerah,” ujarnya.
Momentum MotoGP ini pun diharapkan dapat membawa angin segar bagi para pelaku pariwisata yang ada di Lobar, termasuk Senggigi. Untuk bisa bangkit kembali setelah sekian lama terpuruk akibat pandemi.
“Apalagi dengan pandemi ini PAD kita menurun, kita ingin lah dimanfaatkan momen MotoGP ini untuk kita kembali promosikan daerah kami,” tegasnya.
Para nelayan pun sempat berdalih, bahwa mereka memarkirkan perahunya di tepi pantai Senggigi hanya saat cuaca ekstrim saja. Namun, hingga bertahun-tahun lamanya, mereka disebut seringkali tetap memarkirkan perahu di sana, walaupun kondisi cuaca normal seperti biasanya.
Sementara itu, Kepala UPTD Pelabuhan Dermaga Senggigi, Herman Zulkifli menjelaskan bila melihat kondisi alam, lokasi di tepi pantai Senggigi yang selama ini dijadikan tempat menambatkan perahu oleh para nelayan itu, ombaknya juga terbilang cukup keras. “Kalau kita lihat dari kondisi alam, di lokasi ini juga sangat keras ombaknya,” beber dia.
Itu disebut berbeda dengan kondisi alam di wilayah Meninting dan pantai Duduk yang ditawarkan menjadi solusi. “Kalau di Duduk dan Meninting, di sana ombaknya juga tidak terlalu keras. Malah justru pasirnya lebih landai dan sangat luas untuk bisa menambatkan perahu,” ujarnya.
Bahkan, kata Herman, pasir di lokasi parkir perahu nelayan saat ini justru lebih tinggi dikarenakan kerasnya ombak. Berbeda dengan kondisi pasir yang dinilai lebih rata dan landai di kawasan Pantai Duduk maupun Meninting.
Untuk itu, pihaknya berharap segera ada titik temu dari kedua sudut pandang, baik itu pariwisata maupun para nelayan.
Kades Senggigi, Mastur pun mengakui bahwa penertiban ini masih dilakukan dan belum maksimal. Hingga solusi yang coba ditawarkan pun mendapat penolakan dari para nelayan. “Seharusnya nelayan-nelayan ini mengikuti apa yang menjadi keputusan bersama di Pemkab Lobar. Lebih-lebih ini langkah untuk menegakkan Perda Nomor 9 tahun 2016,” tegasnya.
Ia pun meminta Pemda Lobar selaku yang memiliki wilayah dan yang menciptakan Perda tersebut, agar bersikap lebih tegas. Karena hingga saat ini, berbagai upaya negosiasi mereka selalu ditolak oleh para nelayan, dan Pemkot Mataram dinilai abai untuk membantu mencarikan solusi.
“Karena sudah beberapa kali kita upayakan negosiasi, tapi dari Kodya (Pemkot Mataram) sendiri yang tidak pernah mencarikan solusi untuk warganya,” tandas Kades Senggigi. (yud)