Lombok Barat (Inside Lombok) – Pembangunan rumah korban banjir di Batulayar dan Kekait hingga saat ini masih terkendala pemilihan tempat untuk relokasi. Sebagian besar korban bahkan menolak direlokasi ke tempat yang lebih jauh dari lokasi awal rumah mereka. Lantaran keluarga, kerabat, ternak, hingga ladang mereka ada di lokasi tersebut.
“Relokasi tetap diusahakan, tapi kan ini keinginannya masih bermacam-macam. Ada yang maunya di dekat rumah mereka yang dulu, jadi ndak bisa kita tentukan,” beber Kabid Kedaruratan BPBD Lobar, Hartono Ahmad saat dikonfirmasi, Rabu (08/06/2022) kemarin.
Kurang lebih, kata dia, ada sekitar tujuh rumah yang hanyut terbawa derasnya banjir bandang yang terjadi akhir tahun 2021 lulu itu. “Tujuh rumah itu hilang, hanyut terbawa air. Jadi itu harus direlokasi. Makanya itu yang sedang diusahakan pemerintah desa, kecamatan dan pemda,” tuturnya.
Upaya membujuk warga supaya mau direlokasi tengah dilakukan berbagai pihak. Karena tanah pemda yang akan menjadi lokasi relokasi ini disebutnya tidak ada yang dekat dengan lokasi awal rumah warga. Sehingga mereka menolak dipindahkan ke sana.
“Targetnya, kalau bisa tahun 2022 ini sudah selesai (relokasi). Tapi tergantung Sikon besok,” ujar Hartono. Di sisi lain, BPBD disebutnya telah sekian kali mengusulkan proposal perbaikan tersebut ke pusat. Di mana data yang dimiliki pihaknya, total rumah yang rusak berat akibat bencana itu kurang lebih berjumlah 95 unit. Termasuk juga Rumah Tahan Gempa (RTG) yang juga banyak terdampak.
“Ada yang tinggal di Huntara, ada beberapa itu yang belum punya rumah,” ungkap dia.
Namun, dari data yang telah dikirimkan oleh BPBD tersebut, akan kembali diverifikasi ulang oleh pemerintah pusat. Hingga saat ini, setelah berbulan-bulan bencana itu berlalu, Hartono menyebut, pihak BNPB telah turun untuk verifikasi sebanyak dua kali.
“Memang yang dulu kita usulkan itu, untuk satu rumah yang rusak berat itu normalnya Rp50-100 juta. Kalau perbaikan itu ada tergantung kerusakannya. Jadi nanti pusat yang menominalkan lagi dari data laporan kami,” terang dia.
Sementara itu Camat Batulayar, Afgan Kusuma Negara mengakui masyarakat yang rumahnya hanyut akibat banjir memang enggan direlokasi ke lokasi yang lebih jauh dari tempat tinggal awal mereka.
“Soal relokasi itu, warga memang tidak setuju. Jangankan ke luar desa, ke luar kampung pun mereka tidak setuju. Padahal itu dusun sebelah, yang berjarak sekitar 300 meter dari tempat mereka pun, itu tidak setuju,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp.
Sementara di lokasi yang diinginkan oleh warga tidak ada tanah pemerintah di sana. Afgan mempertanyakan kejelasan atas informasi yang sempat didengarnya, bahwa masyarakat akan dibangunkan rumah hanya bisa mereka bersedia direlokasi.
Namun, pihaknya tidak bisa memaksakan warga untuk direlokasi. Sehingga dirinya pun mengusulkan agar masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dan rumahnya hanyut tersebut dapat dibangunkan kembali rumah di lokasi yang sama.
“Warga ingin supaya rumah itu dibangun di tempat yang dulu kena banjir itu. Sekarang insyaallah tidak akan terjadi bencana seperti itu lagi. Karena sungainya sudah lebih lebar dua kali lipat dan lebih dalam, apalagi sudah dibronjong,” lanjut Afgan.
Menurutnya, warga tetap bertahan karena keluarga mereka ada di lokasi tersebut. “Yang kedua, kebun mereka, sawah dan ladang mereka, ternak mereka juga di sana,” tandasnya. (yud)