Mataram (Inside Lombok) – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan, bersinergi menagih piutang sebesar Rp25 miliar yang belum dibayarkan perusahaan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
“Hari ini kami berkoordinasi dan evaluasi dengan DJKN dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk menagih piutang,” kata Deputi Direktur Wilayah Bali-Nusa Tenggara, Papua, BPJS Ketenagakerjaan, M Yamin Pahlevi, usai pembukaan rapat kerja monitoring dan evaluasi penanganan piutang, di Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis.
Ia menyebutkan piutang iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tersebut merupakan akumulasi tunggakan pembayaran dari 530 badan hukum/perusahaan yang beroperasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Sebagian besar ada di Bali karena jumlah perusahaan di provinsi tersebut relatif banyak. Khusus di NTB, nilainya hampir Rp3 miliar dari 56 perusahaan. Angka tersebut hampir sama dengan di NTT.
“Di NTB cukup baik, tapi secara Bali-Nusa Tenggara baru 35 persen piutang yang tertagih, yakni dari total Rp25 miliar baru Rp9 miliar yang sudah terealisasi,” ujarnya.
Menurut dia, tunggakan pembayaran iuran pembayaran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tersebut bisa disebabkan karena faktor, seperti manajemen perusahaan yang bandel, operasional usaha terganggu sehingga tidak punya keuangan, dan perusahaan tertutup.
Oleh sebab itu, pihaknya membutuhkan bantuan DJKN dan KPKNL, Kementerian Keuangan yang ahli dalam hal penagihan piutang yang harus dibayarkan oleh badan hukum/perusahaan.
“Kalau perusahaan masih membandel, kami naikkan ke kejaksaan atas bantuan hasil pemeriksaan DJKN. Tim sudah jalan dan sekarang kami melakukan evaluasi,” ucap Yamin.
Ia mengatakan, perusahaan-perusahaan wajib ditagih karena sudah memotong gaji karyawan untuk pembarayan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, namun belum disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
Penagihan juga wajib dilakukan karena ada haknya tenaga kerja. Jika haknya tidak dibayarkan maka pelayanan untuk mendapatkan santunan akibat kecelakaan kerja atau jaminan hidup hari tua menjadi terganggu.
“Kalau tidak bisa dibayarkan, bisa diajukan ke kejaksaan karena itu pidana. Dan kita berbicara uang tenaga kerja yang tidak boleh disalahgunakan,” kata Yamin.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah DJKN Bali-Nusa Tenggara, Ngakan Putu Tagel, mengatakan rapat kerja monitoring dan evaluasi (monev) penanganan piutang bersama Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Bali-Nusa Tenggara, Papua, bisa menjadi motivasi para petugas untuk mencapai target pada 2019.
“Kami berkumpul di sini (Lombok), untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada, guna mencapai target yang harus dicapai hingga akhir 2019,” katanya.
Menurut dia, perusahaan wajib membayar iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan karena sudah dibayarkan oleh tenaga kerja dan akan kembali ke tenaga kerja.
“Iuran tersebut berasal dari pekerja dan akan kembali ke mereka juga kalau ada kecelakaan kerja atau untuk jaminan hari tua,” ujarnya.
Ngakan menambahkan penagihan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dari badan hukum/perusahaan juga berkaitan dengan target pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang harus dicapai Kementerian Keuangan. (Ant)