30.5 C
Mataram
Jumat, 26 April 2024
BerandaBerita UtamaBPS: Konsumsi Rokok Pengaruhi Tingkat Kemiskinan di NTB

BPS: Konsumsi Rokok Pengaruhi Tingkat Kemiskinan di NTB

Mataram (Inside Lombok) – Rokok tercatat menjadi salah satu penyumbang terbesar angka kemiskinan di NTB. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat konsumsi rokok adalah pengeluaran rumah tangga paling besar kedua setelah beras.

Angka kemiskinan NTB sendiri hingga September 2021 sebesar 735,30 ribu orang atau 13,83 persen. Angka tersebut mengalami sedikit penurunan sebesar 0,31 persen poin jika dibanding dengan Maret 2021.

Kepala BPS NTB, Wahyudin menerangkan kontribusi rokok terhadap pembentukan garis kemiskinan cukup besar, lantaran dari 52 jenis komoditi dalam penghitungan garis kemiskinan, rokok menjadi pengeluaran rumah tangga terbesar kedua setelah beras, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.

“Di mana untuk daerah perkotaan kontribusinya sekitar 11,55 persen dan untuk daerah pedesaan sekitar 12,04 persen,” kata Wahyudin kepada Inside Lombok, Kamis (3/2). Menurutnya, tingginya kontribusi pengeluaran rokok terhadap kemiskinan di NTB memang perlu ditekankan, agar garis kemiskinan sedikit berkurang dari rokok.

- Advertisement -

Melihat kontribusi rokok terhadap garis kemiskinan di pedesaan dan perkotaan masih besar, disebutnya menjadi tanda bahwa rokok itu masih merupakan kebutuhan yang besar bagi masyarakat. “Solusinya tidak mungkin kita melarang orang untuk tidak merokok, akan tetapi yang bisa kita sampaikan hanyalah agar mengurangi pengeluaran untuk membeli rokok,” jelasnya.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun ini mencapai 12 persen. Hal ini dilakukan sebagai pengurangan konsumsi rokok di masyarakat, lantaran harganya semakin tinggi. Kendati naiknya cukai rokok justru mempengaruhi produksi tembakau di petani dan akhirnya mengakibatkan kerugian.

“Kenaikan cukai rokok belum tentu bisa menghentikan orang untuk merokok, mungkin hanya bisa sedikit mengurangi saja,” ungkapnya.

Artinya perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intens kepada masyarakat. Terutama masyarakat di pedesaan. Pasalnya di pedesaan pengeluaran rokok lebih tinggi jika dibandingkan dengan di kota. Meskipun besaran persentasenya tidak jauh berbeda. Namun perlu ada sosialisasi tersebut agar sedikit lebih menekan pengeluaran rokok terhadap kemiskinan di NTB.

Sebagai informasi, September 2021, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat sebesar 387,67 ribu orang atau 14,54 persen, sedangkan penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 347,64 ribu orang atau 13,12 persen.

Peranan komoditas makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2021, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,27 persen untuk perkotaan dan 74,57 persen untuk pedesaan. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer